Kebahagiaan akan muncul setelah kita mencapai kesuksesan. Demikianlah pendapat yang diyakini masyarakat umum selama berabad-abad. Namun, itu sebenarnya cuma mitos. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya. Orang yang bahagia akan lebih mudah mencapai kesuksesan dibandingkan orang yang tidak bahagia.
Hal itu diungkapkan Arvan Pradiansyah. Arvan adalah happiness inspirer (penginspirasi kebahagiaan), pembicara publik, konsultan, fasilitator, dan kolumnis di beberapa media massa nasional. Pandangan Arvan itu didukung hasil riset ilmiah, bukan asal-asalan.
Lewat pandangan-pandangannya yang bersifat terobosan, tanpa banyak gembar-gembor, sosok yang satu ini diam-diam telah masuk ke jajaran motivator papan atas di Indonesia. Keahlian Arvan nyatanya telah dimanfaatkan oleh tak kurang dari 300 perusahaan ternama di Indonesia.
Arvan juga senantiasa menyebarkan inspirasi dan motivasi melalui radio. Ia adalah narasumber tetap untuk talk show Smart Happiness, yang disiarkan di SmartFM Network setiap pukul 7.00-8.00 WIB. Siaran itu disambungsiarkan ke lebih dari 30 kota di Indonesia.
Pernah 13 tahun menjadi dosen di FISIP UI, Arvan kini adalah Managing Director di ILM (Institute for Leadership & Life Management), Jakarta. ILM adalah lembaga pelatihan dan konsultasi di bidang sumber daya manusia (SDM), khususnya dalam pengembangan kepemimpinan dan pencapaian kebahagiaan.
Lulusan Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI ini sempat bekerja di bidang jurnalistik dan public relations. Namun, Arvan merasa lebih menemukan kepuasan batin dengan bekerja di bidang SDM. Sadar bahwa bekalnya belum cukup di bidang itu, Arvan melanjutkan pendidikan dan meraih Master of Science di bidang Industrial Relations & Human Resources Management dari The London School of Economics, Inggris.
Keterampilannya di bidang SDM terus terasah. Ketika bekerja sebagai konsultan di AAJ-MaST (Management & Skills Training), ia mengembangkan divisi pelatihan dan konsultasi SDM bekerja sama dengan MaST Australia. MaST adalah perusahaan pelatihan internasional yang berpusat di London, Inggris.
Sepulang dari bersekolah di Inggris pada 1996, Arvan bergabung dengan Development Dimension International Indonesia (DDI Indonesia). DDI Indonesia adalah perusahaan konsultan di bidang pengembangan SDM yang berpusat di Pittsburgh, Amerika Serikat.
Tahun 2000, Arvan bergabung dengan Dunamis, perusahaan konsultan pengembangan SDM yang merupakan perwakilan resmi dari Franklin Covey Internasional, yang berpusat di Utah, Salt Lake City, Amerika Serikat. Dunamis terkenal dengan pelatihan “The 7 Habits of Highly Effective People” yang cukup populer di Indonesia.
Selama bergabung dengan Dunamis, Arvan berkesempatan membantu perusahaan-perusahaan besar di Indonesia dalam mengembangkan organisasi dan SDM-nya. Setelah tiga tahun di Dunamis, Arvan memutuskan menjadi praktisi di bidang SDM. Ia lalu bergabung dengan PT Asuransi Allianz Life Indonesia sebagai General Manager Human Resources. Dua tahun kemudian, Arvan mendirikan ILM, yang dipimpinnya sampai sekarang.
Tentang masalah kebahagiaan, Arvan masih punya banyak pendapat yang mengubah paradigma lama tentang kebahagiaan. Pikirannya yang sudah dituangkan dalam bukunya “The 7 Laws of Happiness” itu tentu tak mungkin dituangkan seluruhnya dalam tulisan pendek ini.
Namun, satu hal yang ia garisbawahi adalah kebahagiaan itu berbeda dengan kesuksesan. “Sukses berarti mendapatkan apa yang Anda inginkan, sementara bahagia adalah menginginkan apa yang Anda dapatkan,” ujar Arvan.
“Sukses dan bahagia berada di dua jalur yang berbeda. Sukses ,lebih berdimensi fisik, sementara bahagia berdimensi spiritual. Ukuran kesuksesan adalah kuantitas, dapat dilihat. Sedangkan ukuran kebahagiaan adalah kualitas,” tambahnya.
Arvan sering memunculkan pandangan terobosan, yang menggoncang pakem yang sudah mapan. Misalnya, ia mengatakan, kompetisi bagaimanapun tetap lebih baik daripada kerjasama. Dimintai komentar sekitar kompetisi pilkada DKI Jakarta, menurut Arvan, adanya kompetisi di pilkada DKI justru memberi dampak positif, karena masing-masing kandidat akan berusaha mengeluarkan yang terbaik dari diri mereka.
“Lebih bagus lagi jika kekuatan kandidat-kandidat itu relatif merata. Dengan demikian, mereka semua akan berjuang keras untuk jadi yang terbaik. Ujung-ujungnya, warga DKI akan diuntungkan, karena bisa memperoleh kandidat yang terbaik,” ujar Arvan.
“Persaingan itu selalu positif. Yang membuatnya jadi negatif adalah cara bersaingnya,” tegas Arvan. “Persaingan itu adalah sebuah game atau permainan yang diciptakan Tuhan, untuk membuat dunia ini berkembang.”
Selain itu, dampak positif kompetisi di pilkada DKI adalah akan munculnya kreativitas, di mana masing-masing kandidat berusaha mencari cara terbaik untuk menyampaikan pesan kepada warga. Mereka mengekspresikan kemampuan dan kualitas dirinya, agar bisa diterima dan didukung oleh mayoritas calon pemilih.
Arvan juga mengungkapkan, ada kesalahan mendasar dalam cara pandang umumnya masyarakat kita. Mereka berpendapat bahwa kerjasama lebih baik atau lebih diutamakan daripada kompetisi. Sehingga sejak kecil anak-anak diajari bekerjasama lebih dulu, ketimbang berkompetisi.
“Itu totally wrong!” ucapnya. Arvan memberi contoh konkret, jika anak-anak diajari bekerjasama dalam ujian untuk saling mencontek, itu malah merusak. Jika berkompetisi, mereka akan belajar keras untuk memberi hasil terbaik.
Menurut Arvan, jika sejak kecil anak-anak diajarkan berkompetisi, akan keluar inner beauty atau hal-hal yang terbaik dari dirinya. Barulah, sesudah itu bisa diajarkan cara bekerjasama, agar hal-hal yang terbaik dari masing-masing anak itu bisa bersinergi. ***
Artikel ini ditulis oleh: