Jakarta, Aktual.com — Pemerintah Provinsi Banten diminta untuk meningkatkan anggaran mengatasi kemiskinan, pendidikan dan infrastruktur. Hal tersebut diminta, karena komitmen pimpinan daerah itu masih lemah dalam tiga aspek itu.

“Ini terlihat dari komposisi dan struktur anggaran yang berpihak pada sektor itu,” kata Direktur Eksekutif Masyarakat Transparansi Banten Fuadudin Bagas dalam Diskusi ‘Analisis dan Evaluasi APBD Banten 2015″ di Serang, Minggu (5/7).

Dia mengatakan, berdasarkan dokumen Perda No 8 Tahun 2014 Tentang APBD Banten 2015, belanja pendidikan yang mestinya diarahkan pada pendidikan yang sesuai dengan pasca tenaga kerja, faktanya dari total alokasi sekitar Rp 331,4 miliar, sekitar 33,36 persen atau Rp 110,6 miliar diantaranya habis untuk belanja pegawai. Kemudian 14,21 persen atau Rp 47,1 miliar dibelanjakan untuk program tenaga pendidik dan kependidikan.

“Hanya sekitar 8,82 persen atau Rp 29,27 miliar alokasi anggaran yang sesuai dengan sasaran program dalam kebijakan umum anggaran,” kata Bagas.

Selain itu, kata Bagas, belanja sektor kesehatan yang mestinya diarahkan pada peningkatan kesehatan masyarakat, dari total anggaran sekitar Rp 143,7 miliar 42,9 persen atau sekitar Rp 61,6 miliar habis untuk belanja pegawai dan aparatur. Hanya sekitar 7,9 persen atau Rp 11,4 miliar yang langsung bersentuhan dengan kepentingan masyarakat yang Rp 38 miliar diantaranya diperuntutkan bagi warga miskin.

Dia juga menyoroti program jaring pengaman sosial melalui Program Jamsosratu yang hanya ditujukan bagi sekitar 49 ribu rumah tangga sasaran. Padahal, menurut Bagas, ada sekitar 170.677 kepala keluarga yang tergolong miskin di Provinsi Banten.

“Kami melihat politik anggaran dalam perencanaan dan penyusunan APBD Banten 2015, belum mencerminkan sembilan prioritas pembangunan yang dicanangkan pemprov Banten untuk 2015,” katanya.

Sementara itu Pengamat Politik yang juga akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Ikhsan Ahmad mengatakan, akselerasi pembangunan di Banten pasca kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah belum menunjukan perbaikan seperti apa yang menjadi harapan masyarakat.

Untuk itu, Plt Gubernur Banten harus berani melakukan terobosan-terobosan melalui politik anggaran demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjawab persepsi masyarakat luas mengenai Banten, yang sudah tercoreng dengan berbagai kasus korupsi yang mencuat.

“Bisa jadi demokrasi di Banten belum berjalan sepenuhnya pada aspek substansialnya, namun terletak pada pada transformasi bentuk-bentuk kepemimpinan simbolisasi tertentu,” kata Ikhsan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu