Selain itu inpres ini pun ‘sukses’ membuat Kejaksaaan Agung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada sejumlah obligor, di antaranya adalah Sjamsul Nursalim. Sjamsul ditetapkan tersangka pada Desember 2000 dan SP3 dikeluarkan pada Juli 2004.

Kwik menjelaskan ihwal pertama usulan tersebut dibahas saat pertemuan di kediaman Presiden Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar. Saat itu hadir Menko Ekuin, Dorodjatun Kuntjoro-Djakti, Menteri Keuangan, Boediono, Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi, Jaksa Agung, MA Rahman, dan Menteri/Kepala Bappenas, Kwik Kian Gie.

Pada pertemuan itu diingat Kwik sudah ada keputusan dari peserta rapat untuk menerbitkan SKL untuk obliogor yang kooperatif. Kwik saat itu menolak keras, ia berpendirian kalau obligor yang mendapat SKL bila uang yang terutang ke negara benar-benar masuk ke kas negara. Selain itu ia pun menegaskan jika hasil rapat tersebut tidak sah karena tidak ada undangan tertulis, tidak dilaksanakan di Istana Negara.

Lantas diadakanlah rapat kedua, yang kini dilaksanakan di Istana Negara. Saat itu peserta rapat antara lain, Kuntjoro-Djakti, Boediono, Sukardi, Rahman, dan Kwik sendiri. Kala itu Kwik kembali tidak sepakat hingga pada akhirnya Megawati menutup rapat dengan tidak mengambil keputusan.

Puncaknya terjadi pada rapat ketiga di Istana Negara yang dihadiri Kuntjoro-Djakti, Boediono, Sukardi, Rahman, dan Kwik Kian Gie serta Menteri Kehakiman, Yusril Mahendra.

Kwik mengaku dirinya ketika itu keukeuh tidak sepakat jika pemerintah menerbitkan SKL BLBI, namun ia tak berdaya membantah lantaran ‘dikeroyok’ para pembantu presiden Megawati agar mau menyepakati skema SKL tersebut.

“Saya sangat menentang penerbitan SKL dan berhasil menggagalkan dua kali upaya penerbitannya tapi kali yang ketiga saya kalah karena saya langsung menghadapi semua menteri yang menghantam saya sehingga saya tidak berdaya lagi untuk menolaknya,” kata Kwik.

Ia melanjutkan, usulan penerbitan SKL yang datang dari Syafruddin Arsyad Temenggung itu pun akhirnya dikeluarkan Megawati. “Dalam rapat sidang kabinet terakhir saya tidak banyak protes karena saya tidak berdaya dengan pembicaraan para menteri yang langsung saja bicara bertubi-tubi. Saya tidak berdaya karena tim Presiden Megawati menutup rapat dengan mengatakan ‘ya’,” kata Kwik.

Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra yang juga hadir dalam sidang tersebut sebagai penasihat hukum Syafruddin sedikit mengkoreksi keterangan Kwik tersebut. Ia mengkoreksi sebatas siapa yang diperintah Megawati menyusun draf inpres BLBI
“Yang menyusun inpres itu Sekretaris Kabinet (Seskab) bukan Menteri Kehakiman atau Menkumham,” kata Yusril.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby