Jakarta, Aktual.com — Anggota komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Harry Poernomo, menekankan para ahli hukum untuk dapat memberikan gagasan yang memiliki keberpihakan jelas terhadap negara, agar bisa dijadikan penguat materi dalam revisi UU Minerba.

Hal tersebut dinyatakan Harry dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pakar hukum bisnis pertambangan beserta kalangan Asosiasi Perusahaan Tambang Nikel, Emas dan Sumber Daya Alam di ruang rapat komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (16/2).

Rapat tersebut dimaksudkan untuk meminta masukan dan saran dari para pakar dan kalangan asosiasi perusahaan tambang dalam proses perumusan revisi UU Minerba.

“Logika saya mengatakan begitu dalam membahas eksisting regulasi UU Minerba,” ujar Harry.

Harry menyebut, pengalaman kerjasama bisnis antara pemerintah Indonesia dengan investor selama ini cenderung timpang, dengan keuntungan sangat kecil bagi negara. Kecenderungan itu juga bersumbu pada persoalan UU Minerba sebagai payung hukum.

“Selama kita kerjasama dengan model ini saya tidak yakin pendapatan kita lebih besar dari pemilik modal. Saya nggak tau apa logika saya keliru. Apakah memang dalam dunia bisnis pemilik modal, pemilik teknologi pantas lebih mendapat banyak keuntungan daripada pemilik,” ungkapnya.

Revisi UU Minerba diharapkan menunjukkan penegasan, terkait hukum perpanjangan kontrak bagi perusahaan yang melakukan eksploitasi pertambangan di Indonesia. Kedepan, tidak ada lagi alasan bagi pemerintah memberi toleransi perusahaan yang sudah habis masa kontraknya untuk diperpanjang.

“Saya sependapat kita tidak perlu lagi memperpanjang apapun bentuk kontraknya, entah kontrak karya atau apapapun. Kalau masa kontraknya sudah habis, kembalikan ke BUMN. Apapapun alasannya,” jelas dia.

Artikel ini ditulis oleh: