Jakarta, Aktual.com — Izin pertambangan di berbagai daerah harus benar-benar mempertimbangkan dampak permanen terhadap lingkungan hidup karena telah terbukti berbagai kerusakan alam yang terjadi karena dipengaruhi beragam aktivitas pertambangan.

“Sudah sejak lama izin pertambangan diperoleh secara gampang tanpa mempertimbangkan dampak permanen kerusakan lingkungan,” kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (20/4).

Menurut dia, di Kalimantan Timur luasan areal pertambangan dapat mencapai 75 persen dari luas provinsi.

Ia menegaskan bahwa reklamasi lahan tambang tidak akan pernah bisa memulihkan keanekaragaman hayati yang sudah hilang.

“Belum terhitung lagi bagaimana dampak tambang batubara terhadap hilangnya lahan pertanian produktif, penurunan kualitas air sungai dan kelangkaan air yang konsekuensinya berdampak mengerikan bagi penduduk setempat,” katanya.

Aktivitas pertambangan yang tidak mentaati aturan yang berlaku memang bakal berpotensi untuk ditutup oleh pihak pemda, misalnya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diwartakan akan mencabut 109 izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak clean and clear (CnC) di daerah itu.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTB Muhammad Husni di Mataram, Selasa (12/4), mengatakan ke 109 IUP tersebut, merupakan bagian dari 114 perusahaan yang mendapat evaluasi dari pemerintah, karena masa berlaku IUP sudah habis.

Dia menjelaskan, pencabutan IUP 114 baik perusahaan dan perorangan itu dilakukan seiring perubahan kewenangan bidang mineral dan bahan tambang dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi. Dimana ke 114 IUP itu, dua dari pertambangan bahan galian logam dan batuan.

Sementara di Jambi, Gubernur Jambi Zumi Zola mengatakan banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Sarolangun akibat adanya penambang emas tanpa izin yang beraktivitas secara ilegal. “Pemerintah bukan melarang masyarakat untuk mencari emas, tapi harus ada aturannya. Tanpa ada aturannya ya inilah akibatnya. Apakah kita biarkan saja alam ini hancur semua baru kita perbaiki,” kata Zola, saat meninjau korban banjir bandang, di Sarolangun, Selasa (29/3).

Zola menyatakan musibah banjir dampak luapan Sungai Batang Limun di kabupaten itu memang sudah setiap tahun terjadi namun dalam skala kecil, tapi tahun ini cukup mengejutkan dengan terjadi banjir bandang.

Sebelumnya, Yayasan Ulayat Bengkulu menyebutkan bahwa kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Air Bengkulu semakin terancam sebab sudah dikepung izin usaha pertambangan batu bara yang sudah berproduksi maupun tahap eksplorasi.

Direktur Ulayat Bengkulu, Martian di Bengkulu, Senin (28/3), mengatakan dari 51 ribu hektare areal DAS Sungai Air Bengkulu, seluas 19 ribu hektare sudah berada dalam penguasaan industri tambang batu bara.

Pemetaan pertambangan di DAS Air Bengkulu yang dilakukan Ulayat Bengkulu pada 2014 mencatat seluas 5.106 hektare izin usaha pertambangan dalam tahap produksi, 7.275 hektare dalam tahap eksplorasi dan seluas 7.225 hektare dalam permohonan izin usaha pertambangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan