Dua pemuda membatik tembok disebuah gang di Kampung Batik di Palbatu, Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (2/10). Jalan gang ini dindingnya berhiaskan beragam motif batik. Para warga di daerah ini secara swadaya menghias kampung dengan tujuan untuk melestarikan batik. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Seniman batik asal Jepang, Fusami Ito, memperkenalkan batik “renaissance” yang memadukan desain tradisional Indonesia dengan kualitas tinggi standar internasional.

“Ini sebuah terobosan baru, `renaissance sendiri artinya `kelahiran kembali. Jadi dengan tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional Indonesia, saya mendesain batik yang disesuaikan dengan selera pasar internasional, dalam hal ini Jepang,” ujar Ito dalam prapameran batik rancangannya di Kediaman Duta Besar Jepang, Jakarta, Minggu (12/10) malam.

Selain untuk memperkenalkan batik Indonesia ke pasar dunia, wanita yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Seniman Lintas Budaya (CCAA) itu mengatakan proyek batik “renaissance” dapat membantu meningkatkan taraf hidup pengrajin batik, khususnya yang masih menggunakan teknik klasik seperti batik tulis dan batik cap.

Ito mengaku khawatir karena saat ini batik jenis printing atau cetak lebih merajai pasaran daripada jenis batik klasik yang sebenarnya memiliki nilai seni dan nilai jual lebih tinggi.

“Kebanyakan yang masuk ke Jepang itu batik `printing yang harganya murah. Saya ingin memperkenalkan ke masyarakat Jepang bahwa batik itu bermacam-macam jenisnya, saya mau mempromosikan batik bernilai seni tinggi yang pembuatannya lebih sulit dan harganya tidak murah sebab kita harus menghargai karya para pengrajin batik tulis yang mulai terpinggirkan,” tuturnya.

Didominasi dengan motif bunga dan warna-warna lembut seperti merah muda, kuning, abu-abu, dan biru muda, Ito mengaku batiknya telah disesuaikan dengan selera orang-orang Jepang, diantaranya kain batik yang khusus untuk dijadikan kimono.

Ia pun menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dalam pembuatan batiknya.

“Desain batik saya dikerjakan oleh para pengrajin di tiga tempat yaitu di Solo, Madura, dan Pekalongan. Tapi khusus untuk proses pencelupan dilakukan di Solo karena saya harus melihat langsung dan mengontrol teknik serta kualitas bahan yang digunakan untuk mencelup batik,” tutur wanita yang sempat mengenyam pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu.

Karena menggunakan kain asli dari Jepang dan waktu pembuatan yang bisa memakan waktu hingga 1,5 tahun, harga yang dipasang untuk batik karya Ito pun tergolong mahal.

Untuk kain batik dua sisi sepanjang empat meter dijual dengan harga Rp10 juta hingga Rp25 juta. Sedangkan batik untuk kimono dengan lebar 30 centimeter dan panjang 12 meter, dijual dengan kisaran harga Rp20 juta-Rp60juta tergantung pada jenis bahan dan tingkat kesulitan dalam membuat.

Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Tanizai Yasuaki berharap proyek batik Renaissance yang diinisiasi Fusami Ito dapat menciptakan pasar bagi batik jenis baru tersebut.

Untuk melestarikan batik pastinya diperlukan sebuah pasar, orang-orang yang membeli. Dengan adanya desain dari Ibu Ito ini diharapkan kita bisa membantu meneruskan usaha para pengrajin batik tradisional Indonesia yang kian terhimpit,” ujar Yasuaki.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka