Jakarta, Aktual.com — Saat ini banyak wanita yang bekerja lebih giat dan semangat ketimbang kaum Adam. Dan bila seorang istri (Muslimah yang sudah menikah) memiliki jabatan yang tinggi di suatu perusahaan dan memiliki penghasilan yang besar bolehkah Muslimah itu meremehkan sang suami yang berada di bawahnya?

“Istri yang suka meremehkan suaminya akan menilai setiap jerih payah sang suami sebagai suatu usaha yang biasa, atau bahkan dianggap di bawah standar, merasa selalu kurang dengan pemberian suami, dan enggan untuk menaati setiap perintah dan kata-kata suaminya. Padahal, Rasulullah SAW mengingatkan bahwa seseorang yang beriman adalah yang senantiasa menjaga perkataannya dari mengucapkan sesuatu yang sia-sia, yaitu dengan selalu memilih antara berkata baik atau diam,” demikian Ustadzah Nur Hasanah menjelaskan kepada Aktual.com, di Jakarta, Senin (14/03).

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

Artinya, “Barang siapa beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, hendaklah berkata baik atau diam.”(HR. Muslim)

“Kebiasaan meremehkan pasangan dapat berkembang menjadi sikap atau perkataan yang bersifat merendahkan. Sikap merendahkan pasangan hidup bisa ditujukan langsung kepada sang suami atau istri atau justru dibeberkan dengan begitu bersemangatnya di hadapan orang lain. Setiap kekurangan pun menjadi tidak harmonis dan perpecahan seolah tinggal menunggu waktu,” kata Ustadzah Hasanah memaparkan.

Ia kembali menuturkan, bahwa sifat meremehkan atau merendahkan pasangan hidup (suami atau istri) jangan sampai ada dan berkembang di dalam keluarga Muslim. Lanjutnya, sudah seharusnya masing-masing pihak memahami dan menerima setiap kekurangan dan kelebihan pasangannya. Menghindari sikap meremehkan atau merendahkan pasangan wajib untuk dilakukan jika memang pernikahan kita menghendaki predikat sakinah, mawadah, dan rahmah.

“Ada sedikit tips dari saya untuk para istri, kita tahu istri Rasulullah SAW yang bernama Aisyah Ra. Bila kita kembali mengingat kisahnya, terlihat ia sangat disayang dan dicintai oleh Rasulullah SAW. Dan disini saya ingin memberikan sedikit tips bagaimana menjadi seorang istri kesayangan suami,” ujar ia memberikan saran.

Ustadzah Hasanah mengisahkan, bahwa Aisyah dinikahi Rasululullah SAW dua tahun setelah Khadijah Ra wafat. Saat-saat Khadijah telah tiada, Rasul mengalami kesedihan yang mendalam. Kemudian datanglah Abu Bakar dan istrinya yang ingin menikahkan putri mereka kepada Rasulullah SAW, dan Rasululullah SAW pun menikahi Aisyah setelah Beliau menetap di Madinah dengan mas kawin 500 dirham.

Tak hanya menjadi istri kecintaan Rasulullah SAW, sebenarnya Aisyah tidak hanya memiliki paras yang cantik hingga ia dipanggil dengan sebutan “Humaira” yang artinya wahai ‘pipi yang kemerah-merahan’ tetapi kedudukan Aisyah sangat terhormat. Karena Aisyah membuktikan rasa cintanya dengan taat dan patuh kepada perintah Allah SWT dan suaminya. Aisyah tetap mengikuti Rasul mengemban misi dakwahnya tanpa merisaukan masalah duniawi.

Tidak hanya sebagai istri yang soleha, Aisyah juga merupakan wanita yang cerdas. Setiap permasalahan langsung ditanyakan kepada Rasulullah SAW dan setiap jawaban akan langsung dicatat. Aisyah juga memiliki ingatan yang sangat kuat (Muslimah cerdas). Itulah salah satu alasan mengapa Aisyah memiliki ilmu yang luas. Jika para Sahabat Nabi memiliki perkara yang tidak dipahami dan saat mereka tidak bisa menemui Rasulullah SAW, mereka akan bertanya kepada Aisyah.

Oleh karena itu dengan Aisyah, Rasulullah SAW dapat bermanja dan bercanda bersama. Aisyah sangat mengetahui kebutuhan suaminya, ia merawat, memuja dan memperhatikan Rasul. Inilah yang membuat Nabi Muhammad tetap tenang dan tegar dalam melaksanakan misinya. Hingga saat Rasulullah SAW sakit hingga akhirnya wafat, Aisyahlah yang dengan sabar menemaninya. Rasulullah SAW pun wafat di pangkuan istri tercintanya.

Dari kisah yang singkat ini kita sebagai wanita khususnya para istri, dapat memetik pelajaran dari sosok Aisyah Ra yaitu,

1. Jadilah istri yang selalu bisa menyenangkan dan menyejukkan hati suami

2. Jadilah istri yang cerdas, bisa diandalkan oleh suami dan bermanfaat bagi orang banyak

3. Jadilah istri yang bisa menjaga diri, kehormatan dan nama baik suami

“Insya Allah bila kita berjuang dan berusaha dengan bersungguh-sungguh kita bisa melakukannya, semoga ini bermanfaat untuk kita semua,” pungkas Ustadzah Nur Hasanah.

Artikel ini ditulis oleh: