Jakarta, Aktual.com – Kebijakan pemerintah terkait Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 147 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Tembakau, diyakini akan bisa mengurangi celah peredaran rokok ilegal. Pasalnya, dalam aturan terbaru itu, batas maksimal produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan dua dilonggarkan menjadi maksimal 3 miliar batang per tahun dari sebelumnya 2 miliar batang.

Pelaku usaha industri rokok di daerah menilai kebijakan ini bisa mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksi. Dengan dibukanya batas atas golongan dua jadi 3 miliar batang per tahun, maka pabrik di layer tersebut akan mampu mengurangi celah peredaran rokok ilegal karena memiliki kesempatan menaikkan produksi.

“Harapan kami, iklim usaha kondusif dan sehat di semua golongan. Kami juga ingin pemberantasan rokok-rokok ilegal lebih gencar,” tegas Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Malang (Gaperoma) Johny SH, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/10).

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran menambahkan, industri siap menjalankan dan melaksanakan keputusan pemerintah dalam hal ini PMK 147/PMK.010/2016 meski dari sisi kenaikan cukai lebih tinggi dari usul Gappri.

“Seharusnya enam persen sesuai inflasi dan pertumbuhan, walau demikian IHT bersyukur tidak hancur, sebab tidak jadi naik Rp50 ribu per bungkus, seperti berita yang heboh selama ini,” tegas Ismanu.

Terkait dengan diperluasnya batasan produksi dari 2 miliar batang menjadi 3 miliar batang per tahun, menurut Ismanu, dengan kenaikan harga kretek tier satu semakin mahal, maka terjadi ‘ceruk segmen pasar’ yang ditinggalkan. Dengan demikian akan memberi kelonggaran bergerak bagi pabrikan tier di bawahnya agar dapat mengisi ceruk pasar tersebut.

Disisi lain, Ismanu mengingatkan, agar PMK No. 20/2015 yang membebani Industri Hasil Tembakau, segera dicabut, sebagaimana pernah dimohonkan oleh Gappri.  Dengan begitu, industri tidak tambah terbebani.

“Mohon PMK No.20 ini dicabut secara bertahap sampai akhir 2017. Akhir Tahun 2016 mohon kewajiban yang dibayar dimuka, maju satu bulan, yakni pembayaran cukai sampai dengan Januari 2017 dibayar di Desember 2016. Sehingga akhir tahun 2017 selesai, kembali normal,” tegasnya.

Gappri juga mendukung penegakan hukum berupa pemberantasan peredaran rokok ilegal yang dilakukan Bea Cukai. Dengan terciptanya fair treatment bagi industri rokok yang telah mematuhi segala ketentuan dan membayar cukai sesuai kewajibannya, rokok ilegal akan semakin berkurang, dan diharapkan pasar akan diisi oleh industri rokok yang taat aturan.

Pengurus Bidang Cukai Gabungan Pengusaha Rokok Malang Raya (Gaperoma), Hariyanto menambahkan, mayoritas produksi SKM pabrik di Malang masuk golongan IIA dan IIB. Golongan ini pada 2016 hanya boleh memproduksi minimal 2 miliar batang rokok per tahun. Jika ingin meningkatkan produksi, perusahaan harus menaikkan golongan rokok. Namun, itu dihindari karena besaran cukai yang harus dibayar juga otomatis naik. Kalau dinaikkan golongannya, kata Hariyanto, omzet langsung drop.

“Efeknya, kalau enggak rugi, ya kolaps,” katanya.

Menurutnya, kebijakan ini bisa mendorong para pengusaha rokok di Malang Raya meningkatkan produksi setelah selama ini bertahan dengan produksi di bawah 2 miliar. Catatan Gapero, ada tiga perusahaan yang bisa menaikkan produksi setelah PMK berlaku awal tahun depan. Sementara hanya satu dari 18 perusahaan anggota Gapero yang memproduksi SKM golongan I.

Hariyanto yakin, aturan baru yang sudah disepakti dan bakal dijalankan per Januari 2017 itu akan mendongkrak semangat produksi 17 perusahaan lain. Tapi, rencana peningkatan produksi juga masih harus disesuaikan dengan kemampuan pasar.  Yang pasti, selama ini tidak berani naik alias produksinya ditahan supaya tidak naik golongan.

Tak hanya SKM, gairah juga muncul dari perusahaan rokok yang memproduksi sigaret kretek tangan (SKT). Pria yang menangani pabrik rokok Grendel itu menjelaskan, dalam PMK baru, maksimal batas produksi SKT golongan IIA dan IIB tahun depan dipatok antara 500 juta hingga 2 miliar batang per tahun.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka