Ubedilah Badrun

Jakarta, Aktual.com-Perdebatan atas langkah DPR untuk menggunakan hak angket terhadap KPK dalam beberapa jam setelah disetujui mewarnai jagat media sosial maupun media maistream. Sebenarnya publik tidak perlu beramai-ramai menghakimi DPR, itu hal biasa, sebab hak angket sesungguhnya adalah hak konstitusional DPR yang dijamin undang-undang. Hal ini juga bisa menjadi indikator bahwa fungsi pengawasan DPR sedang berjalan.

Jaminan konstitusional hak angket DPR termuat dalam UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Sesuai dengan Pasal 79 ayat 3, bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Selain hak angket, DPR memiliki hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat.

Terkait angket yang dilakukan DPR terhadap KPK tersebut, saya kira publik perlu memberikan kesempatan kepada DPR untuk mengoreksi KPK. Pemberian kesempatan ini setidaknya karena empat hal penting.

Pertama, apa yang dilakukan KPK berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ini terjadi karena menyangkut perkara anggaran negara dan elit politik di level negara. Jika KPK misalnya ada kekeliruan terkait hal ini tentu merugikan negara secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian pembiayaan operasi maupun kerugian dari rusaknya citra elit negara dimata rakyat.

Apa yang dilakukan KPK adalah upaya melaksanakan wewenang yang dijamin Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dalam konteks yang sederajat, upaya hak angket yang dilakukan DPR  untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang yang dilakukan KPK adalah juga hak konstitusional yang dijamin undang-undang.

Kedua, KPK itu jika dianalisis proses seleksinya bisa membuka kesimpulan bahwa KPK sesungguhnya bukan lembaga penegak hukum yang benar-benar independen. Bagaimana KPK bisa independen jika para komisionernya diseleksi oleh tim seleksi yang dibentuk Presiden dan setelah lolos tim seleksi para calon komisioner mengikuti fit and proper test (uji kepatutan) yang dilakukan DPR, dimana DPR isinya orang-orang yang berasal dari partai politik. Oleh karenanya hal yang wajar jika DPR mengajukan hak angket terkait KPK sekaligus publik memantau mana diantara dua lembaga tersebut yang memegang teguh undang-undang.

Ketiga, DPR tentu memiliki sejumlah data yang patut dipertanyakan kepada KPK. Terutama menyangkut sumber dan penggunaan anggaran KPK. Akuntabilitas KPK penting untuk diketahui publik sebab lembaga ini memang dibentuk untuk memberantas praktik-praktik koruptif. Sehingga pada dirinya melekat moralitas tinggi untuk tidak sedikitpun dalam penggunaan anggaranya tercium bau korupsi.

Keempat, KPK dalam teori politik Trias Politika ia diposisikan sebagai bagian penting yang merupakan derivat dari lembaga Yudikatif, lembaga penegak hukum atau penegak undang-undang. Semangat kehadiran teori Trias Politika adalah agar penegak hukum independen dan equal atau sejajar dengan lembaga legislatif maupun eksekutif. Meskipun KPK dalam struktur ketatanegaraan kita tidak disebut langsung bagian dari lembaga Yudikatif tetapi spirit Yudikatif melekat pada lembaga adhoc ini karena fungsi penegakan hukumnya.

Uniknya KPK ini nampak seperti lembaga yang superbody yang amat kuat dan tidak tersentuh siapapun. Di negara demokrasi tidak boleh ada satu lembagapun yang superior diatas lembaga lain, karena dapat membahayakan demokrasi yang memungkinkan secara tidak langsung digunakan untuk kepentingan yang sangat politis dan pragmatis. Lord Acton (1837-1902) mengingatkan dengan adagium yang sangat populer : power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely (kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).

Empat argumentasi tersebut mendorong cara pandang saya memberi kesempatan pada DPR untuk mengoreksi KPK melalui hak angket. Problem beratnya memang ada pada DPR karena performa buruk anggotanya yang kerap tersangkut kasus korupsi.

Hak angket telah bergulir ditengah rendahnya performa DPR, ini tentu ujian berat untuk DPR. Apakah dengan hak angket tersebut DPR benar menjalankan fungsi pengawasanya atau hanya untuk sekedar menakut-nakuti KPK. Jika hanya untuk menakut-nakuti KPK maka DPR hanya sedang memperdalam galian ‘kuburanya’ sendiri, memperparah performa fungsinya sendiri. Semoga tidak!

Ubedilah Badrun
Analis Politik UNJ dan Mantan Presidium Dewan Etik Gerakan Pemuda Anti Korupsi ( GEPAK )

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs