Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) melakukan demonstrasi memadati jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (4/11/2016). Ribuan massa ini menuntut penuntasan proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melakukan penistaan agama menginap di Masjid Istiqlal. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD A.M Fatwa melayangkan surat terbuka atas kekecewaannya terhadap sikap Presiden Jokowi terkait Aksi Bela Islam II di Istana Negara.

Sepanjang sejarah Republik Indonesia dan penyaksiannya terhadap gerakan-gerakan perubahan, dirinya mengakui belum pernah terjadi demo rakyat secara menyeluruh yang lebih besar dari aksi 4 November, kemarin.

“Khusus di Jakarta, belum pernah ada sebesar dan setertib ini,” ujar A.M Fatwa di Jakarta, Senin (7/11).

Menurutnya, masalah dugaan penistaan al-Quran oleh gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, telah menjadi perhatian di seluruh tanah air dan dunia. Sehingga aksi demontrasi menyebar luas ke berbagai daerah dan juga terjadi di berbagai negara.

“Sangat disayangkan, Presiden Jokowi tidak merespon semestinya, malah meninggalkan istana untuk sekedar meninjau proyek KA di Cengkareng,” tegas Senator senior asal DKI Jakarta ini.

“Presiden juga tidak sensitif dengan menugaskan anggota kabinet untuk menerima perwakilan massa yang lantas ditolak. Kemudian Presiden menugaskan kepada Wapres Jusuf Kalla, dan akhirnya perwakilan demo terpaksa menerima,” sambung Fatwa.

Padahal, kata dia, sasaran yang dituju oleh demonstran adalah bertemu langsung dengan Presiden Jokowi. Hal ini, menurut Fatwa, menunjukkan sikap politik Presiden yang terlalu menganggap remeh masalah tersebut.

“Kita maklum antara Wapres JK dan umat Islam tidak ada permasalahan. Yang ada ialah kecurigaan dari umat, bahwa antara Presiden Jokowi dan Gubernur Ahok, terjalin kerjasama saling melindungi. Sikap Presiden yang tidak sensitif, tidak aspiratif, dan menghindar dari tanggung jawab dalam menghadapi demonstran menimbulkan ekses terjadinya kerusuhan sesaat dibeberapa titik. Sulit diperhitungkan bahwa kalau Presiden tidak cepat tanggap dan tetap berkeras hati dengan sikap politiknya ini,” ungkap dia.

Fatwa melanjutkan, negara tidak akan tahu sampai kapan kesabaran rakyat menanti aspirasinya terpenuhi. Dan ancaman bahaya yang paling mengerikan, jika aspirasi rakyat tidak diakomodir secara bijak. Bisa-bisa, terjadi konflik horizontal yang pasti akan lebih sulit mengatasinya.

Dalam keadaan demikian, tambah Fatwa, ancaman kekerasan yang dihadapkan kepada rakyat berdasarkan pengalaman tidak akan mempan.

“Kita percaya bahwa Presiden tidak akan mempertaruhkan kepercayaan rakyat yang telah memilihnya, lalu menempuh jalan represif,” pungkasnya.

Selain itu, Tuduhan Presiden bahwa ada aktor politik yang menunggangi aksi demonstrasi, haruslah bisa dibuktikan. Karena telah menimbulkan masalah baru di kalangan rakyat, dan bisa berakibat kesulitan tersendiri bagi Presiden.

“Pernyataan saya ini bukanlah berasal dari menara gading, tapi saya turun langsung, mulai dari kebersamaan saya dengan para ulama dan tokoh Islam di Istiqlal, kemudian berbaur langsung dengan massa pendemo. Malah saya sempat didaulat untuk berorasi di belakang Istana Negara. Bahkan beberapa lembaga pendidikan yang saya bina juga ikut berdemonstrasi,” tandas A.M. Fatwa.

(Nailin)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka