Ilustrasi limbah (istimewa)

Ternate, Aktual.com – Ratusan desa di Provinsi Maluku Utara (Malut) diketahui telah tercemar air limbah pertambangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Malut merinci, sedikitnya 216 desa di provinsi tersebut yang telah tercemar. Kepala BPS Malut, Misfarudin mengatakan, jumlah ini meningkat 370% dibanding tahun 2014.

“Memang, pencemaran air terjadi di 216 desa, salah satunya disebabkan oleh limbah pertambangan,” kata Misfarudin di Ternate, Selasa (11/12).

Selain pencemaran air, pencemaran tanah dan udara juga mengalami peningkatan sebesar 107 persen dan 31 persen. Dimana untuk pencemaran tanah naik dari 15 desa/kelurahan di tahun 2014 menjadi 31 desa/kelurahan, sedangkan pencemaran udara naik dari 67 desa/kelurahan pada tahun 2014 menjadi 89 desa/Kelurahan.

Sedangkan, sisanya sebanyak 927 desa/kelurahan tidak mengalami pencemaran, dimana BPS Malut juga melakukan penghitungan indek pembangunan desa (IPD) yang menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan kategori tertinggal, berkembang dan mandiri.

“Semakin tinggi IPD menunjukkan semakin mandiri desa tersebut, jumlah desa mandiri sebanyak 19 desa, 643 desa berkembang dan 404 desa tertinggal,” ujarnya.

Dia mengatakan, kondisi baku mutu air di wilayah Malut rupanya sudah dalam keadaan kritis. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Malut, dari 1.196 wilayah administrasi pemerintahan setingkat desa yang terdiri dari 1.066 desa, 117 Kelurahan dan 13 UPT/SPT serta 116 Kecamatan dan 10 Kabupaten Kota, sudah banyak yang tercemari.

Misfarudin mengakui, untuk potensi desa/kelurahan di Provinsi Malut, pada bidang pariwisata diketahui terjadi peningkatan jumlah desa/kelurahan yang memiliki daya tarik wisata komersil, seperti wisata tirta, agrowisata, wisata budaya, tama rekreasi, wisata alam, dan lainnya, karena di Malut, terdapat 48 desa wisata pada tahun 2018.

Sedangkan pada bidang ekonomi, kata dia, desa/kelurahan dengan keberadaan Industri Kecil dan Makro (IKM) mengalami peningkatan, yang terbesar terjadi pada industri makanan dan minuman yaitu sebesar 260 desa menjadi 335 desa/kelurahan.

“Selain itu, terjadi peningkatan pula pada desa/kelurahan dengan keberadaan industri dari kulit, industri dari kayu, industri logam mulia, industri gerabah dari kain tenun, katanya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan