Cilacap, Aktual.com – Ratusan pekerja Pertamina Refinery Unit IV Cilacap menggelar aksi menolak kerja sama antara Pertamina dan Saudi Aramco dalam pembangunan peningkatan kapasitas kilang eksisting di Cilacap, Jawa Tengah.

Dalam aksi yang digelar di halaman Gedung Patra Graha, Cilacap, Jumat (23/12) sore massa yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina Patra Wijaya Kusuma mengenakan ikat kepala warna hitam, dan membawa spanduk warna hitam bertuliskan “Jangan Gadaikan Kilang Kami-Masa Berkabung Sampai Dibatalkannya Joint Venture”.

Selain diisi orasi oleh Ketua Umum SPP-PWK Eko Sunarno, dalam aksi keprihatinan tersebut, juga diisi dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Sekretaris Jenderal SPP-PWK Titok Dalimunthe, menyanyikan lagu Bagimu Negeri dan doa bersama.

Sebelum doa bersama, massa terlebih dahulu menggelar aksi teatrikal berupa peletakan helm proyek di atas hamparan spanduk warna hitam yang mereka bawa. Aksi peletakan helm itu sebagai bentuk keprihatinan pekerja atas penandatanganan kerja sama antara Pertamina dan Saudi Aramco dalam pembangunan peningkatan kapasitas kilang eksisting (Refinery Development Masterplan Program/RDMP) di Pertamina RU IV Cilacap.

Aksi keprihatinan tersebut diakhiri dengan penandatanganan spanduk warna putih yang bertuliskan “Pekerja RU IV Mendukung RDMP Cilacap 100 Persen Pertamina, Tolak Joint Venture dengan Aramco” oleh para pekerja.

Saat ditemui usai aksi, Ketua Umum SPP-PWK Eko Sunarno mengatakan bahwa pihaknya menolak adanya kerja sama dalam bentuk joint venture, karena mengebiri kilang RU IV yang 100 persen milik Pertamina dan akan dikembangkan lebih besar lagi.

Akan tetapi, dengan adanya joint venture dengan Saudi Aramco, kata dia, kepemilikan Pertamina atas kilang RU IV hanya 55 persen dan selebihnya milik perusahaan minyak asal Arab Saudi tersebut.

“Kemarin, 22 Desember, ada penandatanganan (kerja sama antara Pertamina dan Saudi Aramco). Itu cukup membuat kami prihatin, kecewa, karena dahulu ‘founding fathers’ kita mengakuisisi perusahaan-perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia, kemudian menggabungkannya menjadi Pertamina.”

Dia mengatakan hal itu bertujuan agar Indonesia memiliki kemandirian dalam energi. Sumber-sumber yang penting harus dikuasai negara dan digunakan semakmur-makmurnya untuk masyarakat.

Dengan diberikannya 45 persen kepada Saudi Aramco, kata dia, kemandirian dalam pengelolaan bahan bakar minyak yang merupakan komoditas strategis karena berpengaruh pada perekonomian yang lain mengakibatkan Indonesia, khususnya Pertamina, tidak mandiri.

Eko mengatakan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dengan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (terkait dengan langkah-langkah yang akan dilakukan pascapenandatanganan kerja sama tersebut. Dia mengatakan bahwa pihaknya juga berencana bertemu dengan tokoh-tokoh nasional maupun ke DPR RI.

“Apa pun yang diperintahkan oleh Federasi, kami siap melaksanakan. Bahkan, teman-teman dari SPP Pengolahan juga mendukung kami. Demikian pula, dengan SPP Persada Marketing Operation Region IV mendukung perjuangan kami.”

Menurut dia, masih ada beberapa peluang yang dapat diambil oleh pekerja agar kerja sama tersebut dapat dibatalkan. PT Pertamina dan Saudi Aramco pada hari Kamis (22/12) menandatangani kontrak kerja sama dalam proyek peningkatan kapasitas kilang eksisting Cilacap.

Kerja sama tersebut mencakup dalam kepemilikan saham. Dalam hal ini Pertamina 55 persen dan Saudi Aramco 45 persen, pengembangan kilang, dan pengoperasian kilang.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu