Jakarta, Aktual.com – Calon Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) yang juga petahana, Sugianto Sabran lagi-lagi menjadi sorotan publik. Bukan lantaran kinerja, melainkan karena permasalahan yang ditimbulkannya. Sugianto Sabran kembali dituntut oleh anak buahnya dengan nilai kerugian sebesar Rp1,1 triliun.
Dagut H. Djunas, salah satu ASN di lingkungan Pemprov Kalimantan Tengah kembali mendaftarkan gugatan perdata ke PN Palangka Raya, akhir Oktober lalu. Upaya ini dilakukan setelah ia di-nonjob-kan dari jabatannya sebagai Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum oleh Gubernur Kalteng, Sugianto Sabran pada tahun 2017 lalu.
Sebelumnya, Dagut mengaku pernah menggugat Sugianto ke PTUN Palangka Raya pada tahun 2017. Dalam gugatan tersebut, ia memenangkan perkara hingga tingkat Putusan Kasasi (PK). Menurutnya, saat persidangan di PTUN hingga proses tuntutan posisi jabatan bukan dikembalikan, namun malah diberhentikan dengan tidak hormat dari pegawai negeri.
Maka atas perbuatan tersebut dirinya menuntut di PN, yakni penuntutan tentang perbuatan melawan hukum dan minta ganti rugi karena secara moril, dan materil. Sementara itu, dalam gugatan perdata tersebut Dagut menuntut ganti rugi materiil secara keseluruhan adalah kurang lebih sekitar Rp1,1 triliun.
“Saya menang di PTUN mulai tingkat pertama kemudian banding dan sampai pada PK. Dengan ini saya mendaftarkan kembali kasus ini secara perdata ke PN Palangka Raya, dan kita berharap ada keadilan,” kata Dagut kepada sejumlah media di PN Palangka Raya, Senin (26/10).
Tidak hanya Dagut seorang, ada sekitar 145 ASN yang juga dipecat oleh Sugianto. Keseluruhannya bernasib sama, diduga mengalami pemecatan semena-mena oleh Sugianto Sabran.
Meski demikian, Sugianto mengklaim bahwa pemecatannya itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia juga mempersilakan pegawainya melakukan gugatan ke Kemendagri, KASN, dan PTUN.
“Saya sudah 10 bulan lebih menjabat Gubernur, tentu telah melakukan investarisasi permasalahan yang ada di lingkungan Pemprov Kalteng,” ujar Sugianto, seperti dilansir dari antaranews.com 2017 silam.
Akan tetapi, bukan hanya itu saja permasalahan yang dibuat Sugianto Sabran. Figur yang dikenal bermasalah ini diduga mengalami problem kesehatan mental. Pasalnya berdasarkan catatan, Sugianto pernah melakukan tindakan penganiayaan kepada sejumlah orang. Diantaranya penganiayaan terhadap aktivis EIA Faith Doherty dan aktivis Telapak Ambrosius Ruwindrijanto (Ruwi). Sugianto juga tercatat pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga kepada mantan istrinya Ussy Sulistiawaty beberapa tahun lalu.
Terhadap pesaingnya di pemilihan gubernur (Pilgub) Kalteng, Sugianto juga melakukan kekerasan verbal atau merendahkan. Dalam video yang tersebar luas Agustus lalu, Sugianto dinilai melakukan penghinaan terhadap Ben Brahim S Bahat. Sugianto menyebut Ben Brahim tak mampu membayar mahar untuk Partai Gerindra.
“Pantesan HI (Haji Iwan Kurniawan) tenang-tenang saja, sudah tambah tinggi pasarannya lagi, Pak Ben,” kata Sugianto.
Hingga saat ini, Sugianto Sabran tidak menjelaskan motifnya melakukan hal itu kepada Ben Brahim. Pada akhirnya, Partai Gerindra yang disebut Sugianto, resmi mendukung pasangan Ben Brahim – Ujang Iskandar dalam Pilgub Kalteng 2020.
Dalam kontestasi pemilihan kepala daerah di Kalteng, harta kekayaan Sugianto jauh di atas harta milik pesaingnya, Ben Brahim. Kekayaan Sugianto mencapai 25 kali lipat dari milik Ben Brahim yang hanya sebesar Rp 4,02 miliar.
Curang di Pilkada
Pada tahun 2010, Sugianto pernah diputuskan melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) dalam Pilkada Kotawaringin Barat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Saat itu, MK yang dipimpin oleh Mahfud MD membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotawaringin Barat dengan nomor 62/Kpts-KPU-020.435792/2010 tanggal 12 Juni 2010 tentang penetapan hasil perolehan suara yang memenangkan pasangan Sugianto dan Eko.
“Betul, karena [kecurangan] TSM-nya seluruh wilayah di kabupaten. Kalau diulangi juga terjadi hal yang sama,” tegas mantan ketua MK periode 2013—2015, Hamdan Zoelva pertengahan 2019 lalu.
Putusan MK Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 itu memerintahkan KPU Kabupaten Kotawaringin Barat untuk menerbitkan surat Keputusan yang menetapkan Pasangan Calon Nomor Urut 2 yaitu Dr. H. Ujang Iskandar, ST., M. Si dan Bambang Purwanto, S.ST. sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pemilihan Umum Kepala 194 Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2010.
Salah satu kecurangan yang tertulis dalam Putusan MK tersebut adalah adanya Relawan Sugianto yang terdaftar sebagai Petugas KPPS dengan jumlah yang cukup fantastis yaitu, di Kecamatan Arut Selatan 17 orang Ketua KPPS, Kecamatan Arut Utara 6 orang Ketua KPPS, Kecamatan Kotawaringin Lama 7 orang Ketua KPPS, Kecamatan Kumai 17 orang Ketua KPPS, Kecamatan Pangkalan Banteng 21 orang Ketua KPPS, dan Kecamatan Pangkalan Lada 17 orang Ketua KPPS.
Lonjakan Kekayaan dan Pembalakan
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sugianto Sabran tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 101,2 miliar. Jumlah itu melejit jika dibanding LHKPN 2015 yang hanya Rp994 juta.Itu berarti, Sugianto berhasil mengumpulkan harta sebanyak Rp100,6 miliar lebih selama menjabat Gubernur sejak 25 Mei 2016.
Sejumlah pihak menduga kekayaan Sugianto berhubungan dengan kebijakannya yang dianggap pro-pembalakan dan perusakan hutan. Di bawah kepemimpinan Sugianto Sabran, pemerintah provinsi Kalteng sekarang sama seperti pemerintahan sebelumnya, cenderung membiarkan perusahaan sawit dan tambang memperparah laju deforestisasi.
Agustinus, Pemimpin tertinggi Pasukan Merah (laskar adat dayat kuno) se-Kalimantan, menjadi salah satu pihak yang menuding hal tersebut. Menurutnya, pemerintahan Gubernur Sugianto Sabran tidak memiliki komitmen terhadap kelestarian alam dan tampak berpihak pada kepentingan kelompok kaya semata.
Dugaan tersebut bukan tanpa alasan. Sugianto Sabran disebut-sebut memiliki hubungan dengan salah satu perusahaan yang ekspansif merampas tanah hutan dan lahan gambut di Indonesia. Temuan organisasi masyarakat internasional Mighty Earth menyebutkan PT Sawit Mandiri Lestari (SML) yang berada dalam naungan grup PT Metro Lestari Jaya telah melakukan penebangan hutan atau deforestasi seluas 7.262 hektar. Catatan buruk tersebut bahkan membuat PT SML berada dalam peringkat pertama perusahaan yang paling merusak hutan di Malaysia dan Indonesia.
Dilansir dari laporan The Environmental Investigation Agency (EIA) 2015 lalu, badan investigasi lingkungan yang berkantor di Inggris, PT SML didirikan oleh Abdul Rasyid, paman Gubernur Sugianto Sabran. Abdul Rasyid, ungkap EIA, memiliki rekam jejak pembalakan liar dan melakukan pembukaan kawasan hutan secara illegal.
Akibat kebijakan pro-pembalakan ini, Kalteng sempat dilanda banjir hampir selama 15 hari pada September lalu. Banjir pun menerjang sekitar 8 wilayah, antara lain Lamandau, Katingan, Seruyan, Kotawaringin Timur, Gunung Mas, Murung Raya, Kapuas dan Kinipan. Banjir ditenggarai disebabkan oleh kerusakan hutan di bagian hulu sehingga kemampuan hutan untuk menampung dan menyerap air hujan menjadi sangat minim.
“Rusaknya hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan di Kalteng, merupakan dampak yang harus dirasakan sekarang,” ujar Safruddin, Direktur Save Our Borneo kepada Aktual.com, 22 September lalu.
Hingga berita ini dimuat, Sugianto Sabran dan sejumlah orang dekatnya belum menjawab pertanyaan wawancara yang diajukan Aktual.com. Keduanya memilih untuk mengabaikan sambungan telpon dan pesan whatsapp yang disampaikan redaksi Aktual.com.
Meski demikian, Pemprov Kalteng sempat mengklarifikasi tudingan pro-pembalakan tersebut. Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri, tidak ada hutan adat secara legal di desa Kinipan, Lamandau. Fahrizal mengaku sampai sejauh ini belum ada satupun permohonan dari kelompok masyarakat adat dan pemerintah kabupaten Lamandau.
“Bahwa di sana (Kinipan), tidak ada hutan adat secara legalitas. Hutan adat itu ditetapkan Negara” tutur Fahrizal dalam rilisnya awal September lalu.
Direktur Jenderal Politik dan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar ikut mengomentari jumlah harta kekayaan Sugianto Sabran yang dianggap mengalami lonjakan ini. Menurut Bahtiar, asalkan berasal dari sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, kekayaan tersebut bisa dimaklumi.
“Yang penting sumber keuangannya jelas, tak apa-apa,” kata Bahtiar saat dihubungi Aktual.com, akhir Oktober lalu.
Sebaliknya, Dosen Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menganggap kenaikan harta kekayaan pejabat secara drastis selama berkuasa, memiliki persoalan dalam perolehan kekayaannya. Menurutnya, secara etika politik hal ini sangat tidak etis di tengah penderitaan rakyat.
“Jika kenaikan kekayaannya naik sangat signifikan atau drastis dalam lima tahun berkuasa namun sebelumnya kekayaannya biasa saja maka patut diduga ada persoalan dalan perolehan kekayaannya itu. Ini juga bisa jadi pintu bagi upaya penegak hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi,” ujar Ubed.
Kekayaan Tak Wajar Gubernur Sugianto
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sugianto Sabran tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp 101,2 miliar. Jumlah itu melejit jika dibandingkan dengan LHKPN Sugianto Sabran 2015 lalu yang hanya sekitar Rp 994 juta. Itu berarti, Sugianto berhasil mengumpulkan harta sebanyak Rp100,6 miliar lebih selama menjabat Gubernur sejak 25 Mei 2016.
Kekayaan milik Sugianto itu terdiri dari tanah dan bangunan yang berjumlah tujuh unit di Kotawaringin Barat senilai Rp 21,45 miliar, lima kendaraan senilai Rp 2,19 miliar, harta bergerak sekitar Rp 13,86 miliar, dan kas sekitar Rp 63,73 miliar.
Dalam LHKPN, Sugianto pun tercatat tidak memiliki utang. Kekayaan Gubernur Sugianto sebanyak Rp 101,2 miliar tersebut adalah kekayaan Netto yang dimilikinya.
Padahal jika mengacu pada aturan dan ketentuan yang ada, jumlah gaji, tunjangan dan insentif Gubernur Sabran semestinya tidak melampaui angka Rp 16,15 miliar. Kekayaan Gubernur Sugianto ini praktik mengundang tanda tanya banyak pihak.
Menurut Dosen Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, kenaikan harta kekayaan pejabat secara drastis selama berkuasa patut diduga memiliki persoalan. Pasalnya, secara etika politik, kenaikan drastis di tengah kesusahan hidup rakyat, sangatlah tidak etis.
“Jika kenaikan kekayaanya naik sangat signifikan atau drastis dalam lima tahun berkuasa namun sebelumnya kekayaannya biasa saja, maka patut diduga ada persoalan dalan perolehan kekayaanya itu. Ini juga bisa jadi pintu bagi upaya penegak hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi,” ujar Ubed kepada Aktual.com, akhir Oktober lalu.
Senada dengan hal tersebut, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago juga menegaskan kenaikan harta kekayaan pejabat selama lima tahun itu harus bisa dipertanggungjawabkan. Alasannya ini menyangkut prinsip tanggungjawab jabatan kepada publik.
“Tentu saja sumber dana tersebut [harus] bisa dipertanggung jawabkan. Selama bisa dipertanggung jawabkan tidak masalah,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Politik dan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar menilai jumlah harta kekayaan kepala daerah mesti diperoleh dari sumber yang jelas. Bahtiar menyebut kejelasan sumber keuangan menjadi prasyarat penting pertanggungjawaban pejabat publik atau Kepala Daerah.
Terkait keikutsertaan Calon Gubernur Sugianto Sabran dalam Pilkada Kalimantan Tengah, Bahtiar berpendapat setiap orang memang memiliki hak untuk maju menjadi calon kepala daerah. Bahtiar pun tak menyoal kekayaan Sugianto Sabran yang dinilai publik tak wajar.
“Orang-orang kaya dan yang tak kaya sama-sama berhak maju sebagai paslon (red: pasangan calon) Kepala Daerah,” kata Bahtiar.
Berapa Pendapatan Gubernur Sugianto?
Dalam PP No 59 Tahun 2000, pasal 4 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa besaran gaji pokok gubernur sebesar Rp3 juta sebulan. Sedangkan dalam Keppres no 68 Tahun 2001 diatur besaran tunjangan gubernur sebesar Rp5,4 juta sebulan.
Disamping gaji dan tunjangan tersebut diatas, ada juga PP No 69 Tahun 2010 yang mengatur Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah kepada kepala daerah.
Besaran insentif itu dikelompokan berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah, dengan ketentuan di bawah Rp 1 triliun, paling tinggi 6 kali gaji pokok dan tunjangan. Untuk Rp1 triliun hingga Rp2,5 triliun, paling tinggi 7 kali gaji pokok dan tunjangan.
Sementara di Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki realisasi pajak dan retribusi daerah tahun 2018 di atas Rp1 triliun, insentif yang diterima oleh gubernur pun sebesar Rp 58,8 juta.
Akan tetapi selain itu, gubernur juga mendapat biaya penunjang operasional yang ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan ketentuan jika di atas Rp500 miliar, paling rendah mendapat Rp1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15 persen.
Dus dengan realisasi PAD provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp1,6 triliun pada tahun 2018, maka biaya tunjangan operasional Sugianto selama setahun adalah Rp 2,4 miliar. Jika diakumulasikan, maka pendapatannya dalam sebulan diperkirakan sebesar Rp 269 juta. Itu berarti, dalam lima tahun, total pendapatan Sugianto Sabran selama menjabat Gubernur Kalimantan Tengah berkisar pada angka Rp 16,15 miliar. (AA/ AH/ AM)
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi