Warga memperpanjang STNK di Samsat Keliling, Jakarta, Selasa (3/1). Pemerintah melalui Kepolisian Republik Indonesia akan menerapkan tarif baru penerbitan dan pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) serentak secara nasional mulai 6 Januari 2017 dengan besaran dua hingga tiga kali dari tarif lama. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/foc/17.

Jakarta, Aktual.com – Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman menegaskan bahwa penerapan PP Nomor 66 Tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dikeluarkan pemerintah, bertentangan dengan Undang-undang No 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP).

“Kenaikan PNBP ini sesungguhnya bertentangan dengan Undang-undang No 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara bukan Pajak khsusunya dalam pasal 3 ayat 1,” kata Jajang dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual.com, di Jakarta, Jumat (6/7).

Pasal 3 ayat 1 berbunyi “Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat”

Tidak hanya bertentangan, CBA menilai PP 60/2016 terkesan illegal karena tidak jelas siapa yang bertanggungjawab dalam penyusunannya, terlihat dari sejumlah pernyataan menteri, kepolisian maupun presiden yang tidak mengetahui usulan kenaikan melalui PP tersebut.

“Hal ini bisa digambarkan dari ulah internal pemerintahan sendiri. Antara kementerian keuangan dengan polri, saling ‘lempar batu sembunyi tangan’ atau saling lempar tanggung jawab adanya kenaikan tarif PNBP, alias STNK atau BPKB. Sesudah itu, dengan gaya pura- pura tidak tahu, Presiden Jokowi malahan mempertanyakan kenaikan tarif STNK sampai tiga kali lipat itu,” sebut dia.

Seharusnya, kata Jajang, Presiden Jokowi jangan lagi mempertanyakan kenaikan STNK ini, melainkan langsung mencabut PP No 60/2016 sehingga publik tidak menilai presiden sedang melakukan sandiwara belaka.

“Yang jelas, rakyat pusing tujuh keliling, dan tambah sengsara gara-gara Presiden Jokowi kerjanya hanya mempertanyakan. Sehingga rakyat harus menanggung biaya tiga kali lipat untuk urusan STNK dan BPKB, terlebih naiknya bahan kebutuhan pokok seperti cabai, naik harga BBM, dan akan naik tarif listrik,” tandas dia.

 

Laporan: Novrizal

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang