Mataram, Aktual.com — Sejumlah personel Subden I Detasemen B Satuan Brimob Daerah Nusa Tenggara Barat, Sabtu (12/3) petang, mengunjungi lokasi penampungan warga Ahmadiyah di Wisma Transito, Kota Mataram.

“Kunjungan kami ke sini rutin dilaksanakan, sesuai perintah pimpinan, kami ditugaskan untuk mengecek bagaimana kondisi keamanan warga Ahmadiyah yang tinggal di Wisma Transito,” kata Ketua Tim Subden I Den B Satbrimobda NTB Bripka Kadek Dwi Suparjana di Mataram.

Kunjungan ini, klaim dia, adalah bagian dari bentuk penjagaan stabilitas keamanan di wilayah ini. Khusus bagi Tim Subden I Den B Satbrimobda NTB, bertanggung jawab untuk memantau kondisi keamanan di wilayah Mataram.

“Kegiatan ini rutin kami laksanakan, karena merupakan bagian dari program “quick wins”. Program ini merupakan mandat langsung dari Mabes Polri.”

“Jadi, dalam tugas ini kami diperintahkan untuk tetap melakukan sosialisasi dan mengetahui sejauh mana kondisi keamanan di wilayah penampungan mereka. Nantinya, hasil dari kunjungan ini akan langsung dilaporkan ke pimpinan dalam bentuk dokumentasi dan laporan tertulis.”

Sementara itu, Sulaiman Damanik 60 tahun, salah seorang warga penampungan Ahmadiyah yang sempat disambangi Tim Subden I Den B Satbrimobda NTB membenarkan bahwa aparat kepolisian kerap mendatangi lokasi penampungannya.

“Mereka sering datang berkunjung, mengamati kondisi kami di sini, menanyakan soal keamanan dan bagaimana tanggapan masyarakat sekitar atas kehadiran kami disini,” kata pria asal Medan, yang biasa disapa Lehman itu.

Sampai saat ini, kata dia, kondisi warga Ahmadiyah yang tinggal di lokasi penampungan Wisma Transito, Kelurahan Majeluk, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram itu, tidak pernah mendapat gangguan dari masyarakat sekitar.

“Kami aman-aman saja, sejak tahun 2002 ditampung di sini, kami tidak pernah bersinggungan dengan warga sekitar.”

Bahkan, lanjutnya, niatan untuk mempropaganda masyarakat setempat agar ikut masuk ke dalam paham yang mereka yakini itu, tidak pernah sampai muncul dalam pikiran warga Ahmadiyah yang ditampung di Wisma Transito tersebut.

“Malahan masyarakat sekitar tempat penampungan, menerima kami dengan baik, tidak pernah mempermasalahkan soal keyakinan.”

Selain itu, dia mengungkapkan bahwa anak-anak Ahmadiyah banyak yang sudah diterima dan berbaur dengan anak sebayanya. Bahkan, sekolah-sekolah tidak lagi mempersoalkan keyakinannya.

“Dulu awal-awal kami hadir di sini, ada saja yang beranggapan bahwa paham kami ini ‘kafir’, tapi lambat laun masyarakat sudah mulai mengerti dan memahami keberadaan kami, ini hanya masalah keyakinan.”

Bahkan, seiring dengan berjalannya waktu terhitung sejak tragedi penggusuran paham Ahmadiyah di tanah Lombok ini, banyak warganya yang sudah bisa hidup di luar penampungan.

“Kami kan tidak begini terus pak, biaya hidup harus tetap dicari, bahkan teman-teman ada yang sudah keluar dari lokasi penampungan dan membangun sebuah keluarga kecil berbaur dengan masyarakat banyak.”

Terlepas dari kunjungan pihak kepolisian yang rutin dilaksanakan itu, Lehman menyampaikan harapan kepada pemerintah daerah, agar persoalan keyakinan yang mereka pahami ini dapat segera mendapat titik terang.

“Seperti kata pepatah, setinggi-tingginya terbang bangau, hinggap di bubungan juga. Kami tetap rindu tanah asal kami, kami ingin pulang, tapi apa daya, kami hanya bisa bersabar dan yakin, suatu saat nanti kami akan kembali ke kampung halaman.”

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu