Yustinus Prastowo - pencapaian program pengampunan pajak. (ilustrasi/aktual.com)
Yustinus Prastowo - pencapaian program pengampunan pajak. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menyebut, pemerintah dalam merespon kebijakan defisit anggaran harus hati-hati. Karena jika tidak akan berdampak ke penurunan penerimaan perpajakan.

“Defisit anggaran dalam RAPBN 2018 ditetapkan sebesar Rp325,93 triliun. Target ini turun Rp22,56 triliun dari target defisit anggaran pemerintah dalam APBNP 2017 yaitu 2,67% dari PDB 2017 atau Rp348,49 triliun. Angka itu tetap tinggi,” kata dia di Jakarta, Selasa (22/8).

Dan jika dibandingkan dengan proyeksi realisasi 2017, target defisit anggaran turun Rp71,47 triliun dan Rp146,45 triliun. “Namun, untuk menekan angka defisit anggaran menciptakan dilema. Itu yang harus hati-hati,” kata dia.

Jika pemerintah memilih untuk mengerem realisasi belanja demi mengurangi defisit, maka bisa saja terjadi pelemahan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan menyebabkan penerimaan perpajakan.

“Kalau kondisi seperti itu, pada akhirnya tidak mampu mengurangi defisit anggaran,” kata dia.

Dengan demikian, sebelumnya, pemerintah harus memastikan bahwa pengeluaran anggaran dialokasikan dengan tepat.

“Mungkin pilihannua harus ngutang. Tapi harus dilakukan secara hati-hati. Utang masih terbuka sebagai pilihan. Cuma memang syaratnya dialokasikan untuk sektor produktif dan disesuaikan dengan kemampuan membayarnya,” ucap dia.

Salah satu ruang yang bisa digunakan untuk menekan beban utang, kata dia, adalah memanfaatkan rating suray utang yang membaik untuk menurunkan yield (imbal hasil).

“Tapi saat ini sayangnya yield-nya masih tinggi. Kalau begitu akan menjadi beban ke depannya,” ujar dia.

Berdasar data Kementerian Keuangan, utang pemerintah per Juli 2017 sudah kembali naik menjadi Rp3.779,98 triliun. Posisi itu naik Ro73,46 triliun dari posisi utang di Juni 2017 di angka Rp3.706 triliun. Kenaikan bulan lalu itu lebih tinggi bulan sebelumnya.

Artinya, kendati pemerintah selalu mengklaim rasio utang terhadap PDB masih aman dibanding negara lain, tapi pemerintah jangan terlalu agresif. Karena bisa saja berpotensi gagal bayar atau default.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka