Pekerja menurunkan tandan buah segar kelapa sawit dari perahu di Perkebunan kawasan Gambut Jaya, Muaro Jambi, Selasa (15/9). Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) harga CPO anjlok menjadi dibawah 600 dolar AS per metrik ton yang merupakan level terendah sejak enam tahun terakhir. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama/15

Jakarta, Aktual.com —  Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit mengharapkan upaya Indonesia dan Malaysia membentuk Dewan Negara-negara Penghasil Kelapa Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOP) mampu mengembangkan hilirisasi komoditas tersebut.

“Kerjasama tersebut diharapkan mampu mengembangkan hilirisasi komoditas ini untuk memberi nilai tambah,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP Sawit) Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (13/10).

Menurut Bayu, dengan melakukan seperti itu dewan tersebut bisa berpartisipasi dalam mempertahankan komoditas sawit agar tidak seperti komoditi lain yang menurun setelah masa jayanya yang salah satunya dikarenakan tidak adanya nilai tambah dalam produk tersebut.

“Paling tidak ini jadi kendaraan untuk meningkatkan komoditas ini ke kelas yang lebih tinggi, kita sudah terobosan biodiesel, namun sesungguhnya masih banyak yang lainnya yang bisa dikembangkan sehingga tidak menjatuhkan pasar dan insentifnya ke pengusaha tetap ada. Kita tidak ingin ini menjadi sunset industri,” ujarnya.

Dewan sawit tersebut juga, kata dia, penting agar bisa menangani isu terkait komoditas tersebut dengan baik secara bersama mulai dari penelitian untuk meningkatkan produktivitas sampai pada isu lingkungan.

Ketika ditanya apakah dewan ini nantinya berperan dalam penentuan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), Bayu berpendapat dewan ini nantinya tidak untuk mengatur dan memonopoli harga sawit dunia.

“Tidak, ini tidak bermaksud memonopoli, karena tidak usah diatur juga, price leader itu ada di kita, karena 85 persen itu di kita produksinya sebab naturalnya ini tumbuh di sekitar garis katulistiwa jadi wajar 85 persen,” ujarnya.

Dia menambahkan pihaknya berharap dewan sawit tersebut dibentuk untuk melakukan diskusi tentang regulasi serta langkah strategis dalam jangka panjang dan bukan untuk menentukan harga walau harga yang baik itu juga merupakan keinginan Indonesia karena produsen terbesar.

“Tapi alangkah baiknya mekanisme harga berlangsung transparan artinya supply and demand diketahui, informasinya disampaikan lengkap jika ada potensi demand baru atau bahkan mendorong demand baru selain minyak goreng dan biofuel,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka