Selain menunda kenaikan cukai hasil tembakau pada 2019, Pemerintah juga menunda aturan penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai tembakau sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Misbakhun menegaskan, penundaan PMK 146 harus permanen.

“Ketika pemerintah kelak akan membuat regulasi pengganti PMK 146, maka harus dibicarakan dengan semua pemangku kepentingan sehingga kebijakan yang dihasilkan memberikan rasa keadilan semua pihak,” ujar dia.

Dengan penundaan kenaikan cukai untuk 2019 ini, Misbakhun menghimbau pada Pemerintah agar memperhatikan struktur golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Menurut Misbakhun, Pemerintah harus mengkaji kembali batasan produksi dalam struktur tarif cukai untuk SKT.

Saat ini, pabrikan SKT kecil dan menengah, yaitu golongan II dan III, mempunyai batasan produksi sejumlah 2 milyar batang (gol II) dan 500 juta batang (gol III) per tahun. Setiap penambahan produksi 1 miliar batang, setara dengan penambahan jumlah tenaga kerja 2.000-3.000 orang. Hal ini juga akan berdampak positif pada penerimaan Negara dari cukai.

“Pemerintah mesti mempertahankan preferensi tarif dan harga bagi jenis SKT. Hal ini akan membantu SKT sebagai industri padat karya yang memproduksi produk khas Indonesia,” ujarnya.

(Wisnu)