Lebih keras dari itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara meminta pemerintah menghentikan penunggangan BUMN sebagai sarana politik dan pencitraan. Akibanya perusahan menjadi tidak sehat dan pada akhirnya rakyat menjadi korban.

“Pemerintah itu harus menghentikan sikap yang menjadikan BUMN itu sebagai objek untuk mencari rente dan kepentingan politik, karena selama ini pergantian direksi itu orientasinya lebih kepada citra dan rente. Kalau itu dihentikan pemerintah, maka BUMN akan aman. Sebaliknya kalau tidak dihentikan, BUMN akan bangkrut dan korbannya kita semua,” kata Marwan.

Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mengusulkan agar pergantian direksi memiliki standar tertentu hingga dapat terukur dan objektif. Selama ini dia melihat pengangkatan dan pemberhentian direksi BUMN tidak didasari pada tolok ukur kuantitatif, alhasil dalam hitungan bulan direksi yang diangkat kemudian dicopot kembali.

“Saya mengusulkan mestinya pemegang saham maupun Dewan Komisaris mempunyai sistem yang menilai kinerja dengan ukuran-ukuran kuantitatif. Apa saja variabel, termasuk kepatuhan menjalakan penugasan pemerintah. Makanya pemilihan direksi harus transparan dengan tolok ukur yang jelas. Jadi, seoarang diangkat atau diganti harus ada ukuran tertentu,” pungkasnya.

Untuk diketahui, saat ini tengah berlangsung tarik-menarik kepentingan dimana berbagai pihak berupaya meyakinkan Presiden Jokowi untuk menyetujui nama tertentu yang akan didaulatkan menduduki kursi Dirut Pertamina.

[pdfjs-viewer url=”http%3A%2F%2Fwww.aktual.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F04%2FAktual_27-April-2018_Siapa-Dalang-Dibalik-Bongkar-Pasang-Direksi-Pertamina.pdf” viewer_width=100% viewer_height=1360px fullscreen=true download=true print=true]

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta