Rencana pemerintahan Jokowi menggunakan dana haji dengan menginvestasikan ke sektor pembangunan infrastruktur mendapat angin segar dari majelis ulama Indonesia (MUI).

Di awal polemiknya, MUI di bawah kepemimpinan Ma’ruf Amin yang kini menjadi calon wakil presiden Jokowi untuk Pilpres 2019 mengambil positioning dengan berada di pihak pemerintah dengan mengeluarkan fatwa untuk penggunaan infrastruktur tersebut.

“Dana haji itu kan memang boleh diinvestasi itu, sekarang saja mungkin ada Rp 35 triliun itu sudah digunakan untuk Sukuk, Sukuk itu sudah mendapatkan fatwa dari dewan syariah nasional majelis fatwa MUI dan saya juga tanda tangani itu untuk kepentingan infrastruktur untuk lain-lain,” ujar Ma’ruf di rumahnya di Koja, Jakarta Utara, Senin (31/7/2017).

Tidak hanya itu, Ma’ruf menambahkan, dana tersebut akan diinvestasikan ke proyek pemerintah yang memiliki risiko kecil. Nantinya, sambung dia, akan ada skema syariah yang mengatur hal tersebut.

“Jadi nanti ada skema syariahnya dan sudah ada. Jadi saya kira gitu. Karena jamaah haji sudah memberikan kuasa kepada pemerintah melalui Kemenag untuk dikelola dan dikembangkan,” sebut dia

Bahkan, Ma’ruf menjamin tidak ada celah penyalahgunaan dana haji yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini karena ada jaminan dana haji yang dipinjam untuk keperluan pembangunan infrastukur akan diganti oleh pemerintah.

“Kalau pemerintah tidak riskan, kalau di swasta memang ada risiko itu, karena itu kalau soal pelabuhan kan poinnya pemerintah yang akan mengembalikan itu. Tidak ada penyalahgunaan menurut saya,” pungkas Ma’ruf.

Berdasarkan keterangan Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan dana haji yang dikelola BPKH dalam jangka panjang akan diinvestasikan untuk layanan penyelenggaraan haji.

Dia menyebut dana haji yang dikelola oleh BPKH juga sebagiannya akan diinvestasikan di Indonesia untuk infrastruktur.

“Tentu kami prinsipnya mendukung program-program Kementerian Agama dalam rangka peningkatan pelayanan ibadah haji, nah program investasi itu ada dua, satu investasi di Arab Saudi, dan investasi di Indonesia,” terangnya.

Anggito menjelaskan investasi yang bakal dilakukan untuk pemesanan hotel, makanan, dan transportasi baik penerbangan maupun pada saat menunaikan ibadah haji. Diharapkan, realisasi investasi pada 2019.

“Jadi orientasi kami di situ, tapi seluruh upaya kita investasi itu pada prinsipnya adalah mendukung penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama,” ungkap dia.

Sedangkan investasi di Indonesia, kata Anggito, dana haji yang dikelola akan diinvestasikan pada pembangunan infrastruktur yang menggunakan skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).

Untuk hal ini, Anggito masih menunggu laporan dari Kementerian PPN/Bappenas terkait daftar proyek infrastruktur yang menggunakan skema PINA. Hanya saja, mengenai porsi investasinya belum ditetapkan, baik yang di Arab Saudi maupun di PINA.

“Belum bisa ditetapkan sekarang karena ini masih berjalan prosesnya,” pungkas dia.

Senada dengan MUI, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional meluruskan rencana pemanfaatan dana haji yang menuai polemik tersebut.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan kata ‘penggunaan’ dana haji  tidak tepat karena kata tersebut bisa diartikan belanja atau spending. Misalnya, ada dana haji Rp15 triliun, kemudian Rp10 triliun digunakan untuk belanja infrastruktur.

Sehingga, penggunaan redaksional itu telah menimbulkan salah pengertian. “Itu salah, tidak boleh karena dana haji itu milik orang yang berkeinginan naik haji,” kata Bambang, Jumat (28/7).

Sebenarnya, sambung dia, yang dimaksudkan adalah investasi dana haji yang terakumulasi selama ini dan dianggap dana tidur. Oleh sebab itu, Bambang memandang kata investasi dana haji lebih tepat dibandingkan dengan ‘penggunaan’ dana haji.

“Jadi kalimat yang tepat adalah investasi dana haji di Infrastruktur. Ini sama dengan investasi dana haji di bank syariah dan beli sukuknya RI,” jelasnya.

Dia melihat jika dana haji hanya disimpan di bank syariah, investasinya terbilang kecil. Sementara itu, investasi di infrastruktur jauh lebih menguntungkan. “Kalau return-nya kecil, mau dipakai apa? itu haknya yang punya dana haji. Padahal, dana haji itu harus bisa dikelola dengan baik agar hasilnya bisa memberikan perbaikan pelayanan haji,” tambah dia.

Kenapa Berpolemik

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang