Jika penjelasan pemerintahan Jokowi bahwa untuk menginvestasikan dana haji agar mendapatkan keuntungan dan manfaat yang lebih besar bagi para calon jamaah haji dengan menginvestasikan dana tersebut, salah satunya  untuk pembiayaan infrastruktur.

Bahkan, pemerintah menggunakan daya tariknya dengan menjamin jika dana haji tidak perlu khawatir karena uangnya tidak akan berkurang. Bahkan, pemilik dana haji dapat menerima bagi hasil dari investasi tersebut.

Kepala BPPN Bambang Brodjonegoro menilai jika dana tidur yang saat ini berada di Bank Syariah, terbilang sangat kecil. Beda halnya bila dana umat diinvestasikan di infrastruktur yang jauh lebih menguntungkan.

“Kalau return-nya kecil, mau dipakai apa? itu haknya yang punya dana haji. Padahal, dana haji itu harus bisa dikelola dengan baik agar hasilnya bisa memberikan perbaikan pelayanan haji,” sebut dia, Jumat (28/7).

Lalu, kenapa publik tidak berkenan dengan rencana penggunaan dana umat itu?

Mantan Komisioner KPK Busyro Muqoddas misalnya. Ia mempertanyakan wacana investasi dana haji di bidang infrastruktur. Dia mengkritisi detail dari wacana itu yang belum jelas.

“Infrastruktur ini jenis apa? Di mana? Untuk apa? Siapa yang akan memperoleh keuntungan dari infrastruktur yang pakai dana haji itu lho,” sebut dia.

“Siapa yang menentukan jenis penggunaannya, besarnya, lalu dan seterusnya yang akan manfaatnya itu apakah ada kaitan dengan kepentingan jamaah haji yang uangnya Rp 87 triliun itu atau apakah tidak sama sekali,” ucap Busyro.

Bahkan, ujar dia, apakah manfaat nggak untuk rakyat secara umum? Tidak hanya calon jamaah haji, umum, lintas agama, lintas etnis. Jangan-jangan kalau itu tidak, malah dipergunakan untuk kepentingan memperlancar kepentingan bisnis tertentu. “Kalau itu terjadi maka penggunaan uang itu semakin tidak berkeadaban,” tuturnya.

Tentang pernyataan pemerintah bila dana haji itu akan aman, Busyro pun menilai bila itu seakan-akan positif. Namun, dia tetap mempertanyakan wacana itu.

“Coba riset deh. Satu aja. Sekarang warga negara beragama Islam, daftar haji sekarang, bayar Rp 25 juta, berapa ratus ribu orang. Orang ini hajinya bisa macem-macem, ada yang bisa 5 tahun lagi, 20 tahun lagi baru bisa haji. Sekarang berpuluh-puluh tahun itu uang ada bunganya. Pertanyaannya, bunga itu dihitung lalu digunakan nggak untuk mengurangi ONH (Ongkos Naik Haji)? Misalnya dihitung ONH objektif, pesawat sekian, gedung sekian, oke ya Rp 30 juta. Oh bunganya ternyata masing-masing sudah Rp 10 juta,” paparnya.

“Mestinya Rp 30 juta dipotong Rp 10 juta nggak? Itu dilakukan nggak? Kalau itu tidak dilakukan, saya nggak percaya. Tapi ini pertanyaan ya. Oleh karena itu Menag dulu sudah kita rekomendasikan supaya bunga ini ditransparansikan kepada masyarakat, ini yang digunakan untuk mengurangi sektor pemondokan sekian, katering sekian,” pungkas dia.

Tidak jauh berbeda dengan Busyro Muqoddas. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menilai tidak tepat penggunaan dana hajiuntuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol atau lainnya. Pasalnya, penggunaan dana tersebut sudah diatur dalam undang-undang sehingga tidak sembarangan peruntukannya.

“UU sudah mengatur secara rinci penggunaan dana haji, harus untuk kepentingan jamaah. Kalau untuk membangun asrama haji masih bisa namun kalau untuk jalan tol, itu kurang tepat,” kata Agus Hermanto di Gedung Nusantara III, Senayan, Senin, (31/7/2017).

Agus mengatakan Indonesia saat ini memang sedang melakukan pembangunan proyek infrastruktur secara besar-besaran sebagai langkah penguatan pembangunan.

Namun, dia mengingatkan pembangunan proyek infrastruktur tersebut tidak boleh menggunakan dana sembarangan, harus jelas asal usul pendanaannya.

Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq ‎mengatakan setidaknya ada tiga alasan untuk menggunakan dana haji yang tersimpan puluhan triliun saat ini.

‎Alasan pertama, sambung dia, adalah perlunya memperjelas makna akad. Sebab, jamaah itu akadnya haji. “D‎an bila untuk dipakai adalah untuk apapun yang dilakukan untuk penyempurnaan haji‎,” kata Maman, di Gedung DPR, Senayan,  Senin (16/1/2017).

Kedua, sambungnya,‎ harus adanya prioritas pembentukan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH). Sejauh ini, kata dia, pemerintah baru memproses untuk kepengurusan BPKH dan sebagainya.‎

“Kalau badan ini sudah terbentuk, kita sudah tahu jumlahnya,” ujar dia.

Pasalnya, sejauh ini data mengenai dana yang ada masih simpang siur. Ketika itu, Anggito Abimanyu, kata politikus PKB itu, misalnya menyebutkan di tahun 2014 adalah Rp60 triliun, lalu ada 2017 ini ada Rp100 triliun lalu ada pendapat lain.

B‎ahkan, lanjut Maman, adanya kabar dana tersebut dibekukan sekian miliar rupiah di giro dan sekian triliun rupiah dalam bentuk surat utang negara syariah alias sukuk dana haji Indonesia. “Dan ketidakjelasan itu membuat kita tidak percaya uang itu dilakukan untuk apa,”terangnya.

Ketiga, masih kata Maman, pemerintah sebaiknya fokus terhadap pelayanan haji ketimbang merecoki dana haji. “Jadi artinya kalau memang dana itu betul dengan transparan dan jelas, maka sebaiknya digunakan untuk pelaksanaan haji dan umroh,” pungkasnya.

Pasca BPKH Terbentuk dan Aturannya

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang