Kabar berita mengenai adanya soal penggunaan sebagian dana setoran haji untuk infrastruktur kembali mencuat. Terlebih, adanya surat wakalah yang harus ditandatangani dengan membubuhkan materai oleh calon jemaah haji saat akan membayar setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Bank Penerima Setoran awal (BPS).
Yang menjadi polemik, diduga dalam surat tersebut bertujuan agar jamaah merelakan uangnya untuk digunakan pembangunan infrastruktur oleh Presiden Joko Widodo, sebagaimana yang viral di media sosial (Somed).
“Isi akad wakalah sama sekali tidak menyebutkan mengenai klausul atau bahkan alokasi dana haji untuk investasi infrastruktur pemerintah,” kata Kepala BPKH Anggito Abimanyu dalam keterangan persnya, Jumat (19/10/18).
Anggito menjelaskan, kewajiban mengisi dan mendatangani formulir akad wakalah adalah amanat Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 mengenai Keuangan Haji.
Ia menjabarkan dalam Pasal 13 ayat (1) menyebut, pembayaran setoran awal BPIH (biaya ibadah haji) dan/atau BPIH Khusus disertai dengan pengisian dan penandatanganan formulir akad wakalah oleh jamaah haji. Sebab, akad wakalah adalah surat kuasa dari jamaah haji sebagai pemilik dana setoran awal yang memberikan kuasa kepada BPKH sebagai pengelola dana setoran awal BPIH.
Anggito mengatakan isi dari akad wakalah atau surat kuasa setoran awal biaya haji atau BPIH, terdiri dari, pertama identitas calon jamaah haji (nama, alamat, dan nomor KTP). Kedua, pernyataan pemberian kuasa dari calon jamaah haji dalam pengelolaan dana. Ketiga, bentuk-bentuk pengelolaan dana oleh BPKH, yakni penempatan, investasi, nilai manfaat, pembayaran biaya operasional haji, dan pengembalian.
Tidak hanya itu, pada poin keempat, pernyataan pemberian kuasa calon jamaah haji kepada BPKH untuk memproses penerimaan, mencatat informasi nasabah, kerja sama dalam pengelolaan keuangan, dan melaksanakan amanat sesuai dengan peraturan perundangan.
Bahkan, Anggito menegaskan seluruh program pengelolaan dana mengacu pada UU 34 Tahun 2014 dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, optimal, manfaat, syariah, transparan, dan profesional.
Ia mengatakan pengelolaan keuangan haji oleh BPKH dilakukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan kemaslahatan umat Islam.
“Substansi, format dan isi dari akad wakalah atau surat kuasa telah dibahas dan dikonsultasikan oleh BPKH kepada Dewan Syariah Nasional (DSN)-Majelis Ulama Indonesia (MUI),” papar Anggito.
Dia mengatakan, bentuk akad wakalah atau surat kuasa dapat dilihat dan ditemukan di seluruh konter BPS-BPIH (bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji) di seluruh Indonesia yang ditunjuk BPKH.
Sementara itu, terkait pendaftar calon jamaah haji, dia mengatakan jumlahnya meningkat di atas target 550 ribu orang melalui BPS-BPIH. Begitu juga seluruh pendaftar calon jamaah itu telah mengisi dan mendatanganani akad wakalah secara ikhlas dan tulus, serta memahami makna akad tersebut.
Oleh karena itu, Anggito berharap penjelasannya tersebut dapat menjawab kicauan kritik di media sosial Twitter mengenai, akad wakalah atau surat kuasa pendaftaran haji di BPS-BPIH diberikan embel-embel kerelaan penggunaan dana haji untuk infrastruktur pemerintah.
“Sungguh suatu pernyataan yang tidak sama sekali tidak benar. Berita viral tersebut dapat diketegorikan sebagai fitnah yang tidak bertangung jawab,” pungkasnya.
Senada dengan BPKH, Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Ramadhan Harisman, memastikan tidak ada klausul penggunaan dana haji untuk pembangunan infrastruktur pada formulir akad wakalah yang harus ditandatangani jamaah saat mendaftar.
“Memang ada akad wakalah yang harus ditandatangani, tapi tidak ada klausul tentang infrastruktur,” tegas Ramadhan di Jakarta, Rabu (17/10/18).
Dalam format akad wakalah tersebut, memang ada klausul yang menyatakan bahwa jamaah yang akan membayar setoran awal BPIH/BPIH Khusus memberikan kuasa/wakalah kepada BPKH untuk mengelola seluruh dana yang dibayarkan sebagai setoran BPIH dan/atau BPIH Khusus serta nilai manfaat dari pengelolaan tersebut sesuai amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dari waktu ke waktu.
“Namun, tidak ada pernyataan dalam format akad wakalah tersebut yang secara eksplisit menyatakan bahwa dana setoran awal BPIH yang dibayar Jemaah digunakan untuk pembiayaan infrastruktur,” tandasnya.
Menurut Ramadhan, akad wakalah ini diperlukan untuk memastikan jamaah bersedia dananya dikelola oleh BPKH. Jika tidak ada akad wakalah, maka dana itu akan menjadi tabungan biasa yang tidak bisa dikelola BPKH.
“Sejak Januari 2018, dana haji tidak dikelola Kementerian Agama, tapi oleh BPKH. Sehingga, kewenangan pengelolaan keuangan haji, termasuk soal akad menjadi wewenang BPKH,” tutupnya.
Komisi VIII DPR RI Bereaksi
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang