Tim Western Fleet Quick Response (WFQR) Lantamal IV Tanjungpinang menjaga tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang berhasil diamankan saat akan diberangkatkan menuju Malaysia di Dermaga Pangkalan Angkatan Laut Batam, Kepulauan Riau, Rabu (7/12). Tim Western Fleet Quick Response (WFQR) Lantamal IV Tanjungpinang berhasil menggagalkan pengiriman 37 calon TKI ilegal yang akan dikirim ke Malaysia dan mengamankan tiga perekrut calon TKI ilegal di salah satu pelabuhan rakyat di Batam. ANTARA FOTO/M N Kanwa/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi I DPR Ahmad Zaenuddin menginginkan pemerintah memperkuat diplomasi di tingkat internasional terkait membahas sektor tenaga kerja Indonesia dengan negara-negara tujuan utama penerima para TKI tersebut.

“Antarkementerian harus berkoordinasi, termasuk bagaimana Kementerian Luar Negeri harus membangun diplomasi yang kuat untuk memberikan posisi yang jelas,” kata Ahmad Zaenuddin, Minggu (11/12).

Menurut Ahmad, permasalahan terkait perlindungan TKI cukup komplek sehingga tidak bisa ditangani oleh satu pihak saja.

Dalam hal ini, ujar dia, pemerintah daerah bersama kementerian terkait hingga pemerintah pusat harus membangun komunikasi yang kuat.

Politisi PKS itu mengemukakan, penguatan diplomasi bisa dicapai dengan menghentikan pengiriman tenaga kerja ke negara-negara yang belum memiliki aturan perundang-undangan yang jelas terhadap TKI.

Sebelumnya, Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) menyatakan adanya keperluan mendesak untuk membenahi sumber daya pendidikan yang ada di Republik Indonesia karena harus selaras dengan kebutuhan industri nasional.

“Lemahnya kompetensi tenaga kerja Indonesia merupakan persoalan serius yang mendesak dan perlu dibenahi. Salah satu solusinya adalah melalui akselerasi penerapan sertifikasi ketenagakerjaan,” kata pendiri LP3I Syahrial Yusuf dalam rilis di Jakarta, Senin (17/10).

Menurut Syahrial, sertifikasi dan uji kompetensi ini dapat menjadikan pekerja lebih fokus dan memiliki bukti keahlian tertentu, terutama dalam era global seperti sekarang ini.

Syahrial meminta pemerintah untuk serius membenahi kondisi tenaga kerja Indonesia, dan jangan sampai negeri ini menghasilkan banyak produksi pengangguran terdidik.

“Kami khawatir bahwa kampus hanya akan memproduksi pengangguran intelektual. Untuk menuntaskan masalah ini, kami menerapkan sistem pendidikan yang nantinya bisa langsung diterapkan oleh mahasiswa jika sudah tamat,” katanya.

Syahrial cukup kaget bila peringkat daya saing global Indonesia pada tahun 2016 anjlok 4 level menjadi peringkat 41 ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai peringkat ke-37 dan ironisnya lagi skornya sebesar 4.52 pun masih tak beranjak.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Arbie Marwan