Jakarta, Aktual.com – Aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila yang terjadi di depan gedung MPR/DPR/DPD RI pada Rabu (24/6/2020) lalu mengubah konstelasi kebangsaan di Indonesia.

Selama ini, persepsi sebagian publik menganggap ada irisan antara agama, khususnya Islam, dengan Pancasila.

Namun kemarin, kelompok ormas Islam yang direpresentasikan oleh Setara Institute sebagai Kelompok Islam Radikal Lokal, tiba-tiba saja menjadi pihak yang paling dilukai dengan adanya RUU HIP.

Terdapat para anggota Front Pembela Islam (FPI) dalam gerakan demonstrasi menolak RUU HIP tersebut.
​​​​​​​
Mereka bergerak bersama-sama dengan Pemuda Pancasila dan sejumlah ormas nasionalis lainnya meminta RUU HIP dicabut dari program legislasi nasional (Prolegnas) dan pengusul pasal-pasal bermasalah dalam RUU HIP untuk diproses hukum.

Dukungan ormas nasionalis seperti Pemuda Pancasila dalam gerakan demonstrasi menolak RUU HIP, seperti menegaskan pernyataan Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Japto ​​​​​​​Soerjosoemarno pada 19 Juli 2013 bahwa PP mendukung FPI selama tidak anarkis, katanya, tujuh tahun lalu.

Dukungan Pemuda Pancasila menjadi semakin bermakna ketika kita bandingkan dengan pernyataan tertulis Japto usai demonstrasi 24 Juni kemarin.

“MPN menolak RUU HIP dan minta (RUU HIP) dicabut,” ujar Japto.

Pernyataan Japto bahwa PP mendukung gerakan demonstrasi menolak RUU HIP dapat dimaknai bahwa FPI dan golongan Islam yang dianggap radikal lainnya sebetulnya adalah kelompok yang istiqomah dengan Pancasila.

Karena seperti kita tahu, FPI belum dapat memperpanjang izinnya sebagai ormas karena terganjal perkara AD/ ART yang tidak memuat kata Pancasila.

Namun, FPI yang dituding sebagai ormas yang tidak mau menerima Pancasila sebagai ideologi, malah jadi yang pihak yang marah karena Pancasila mau disempitkan menjadi Trisila atau Ekasila dengan RUU HIP.

Hubungan erat
​​​​​​​

Islam dan Pancasila berhubungan erat, menurut akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto Muridan.

​​​​​​​Menurut dia, nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila, terkandung juga di dalam nilai-nilai Islam.

Muridan mengatakan bukti adanya hubungan antara Pancasila dan Islam dapat dilihat dengan adanya ayat-ayat Alquran yang maknanya sejalan dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila.

“Misalkan, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini mengandung ajaran ketauhidan dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sila pertama ini tercermin dalam surat Al-Baqarah ayat 163 yang artinya ‘Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,” katanya.

Dia kembali mencontohkan pada sila kedua yakni Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab juga sejalan dengan surat Al Maidah.

“Pada surat Al Maidah ayat 8. Islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain,” katanya.

Sementara sila ketiga, yakni Persatuan Indonesia, kata dia, Islam juga mengajarkan untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan.

“Hal ini tercermin dalam surat Al-Imran ayat 103 yang artinya ‘Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Selain itu sila keempat dan kelima juga sejalan dengan Alquran,” katanya.

Dengan demikian, kata dia, sangat jelas bahwa Islam dan Pancasila memiliki hubungan yang erat.

Maka, perspektif bahwa Muslim di Indonesia menolak Pancasila sebetulnya bukanlah berasal dari kalangan muslim sendiri.

Sebab selama hampir 75 tahun, Indonesia yang beragam ini bisa terus berdiri karena kelompok Islam dapat menerima Pancasila sebagai dasar negara.

“Karena Pancasila itu sudah dikatakan para pemimpin mayoritas muslim, moderat muslim sebagai compatible dengan Islam,” kata cendekiawan muslim Azyumardi Azra.

Sudah final

Sejumlah pihak yang mendulang opini bahwa muslim menolak Pancasila adalah musuh bagi Pancasila sebenarnya.

Karena mereka memancing agar situasi kebangsaan menjadi keruh dengan mengadu domba Islam dengan Pancasila, padahal tidak.

Dan monopoli tafsir Pancasila dalam RUU HIP dapat diduga menjadi bagian dari konspirasinya.

Karena sebetulnya, nilai-nilai Pancasila itu sudah final. Adanya nilai ketuhanan yang maha esa, tak dapat diterima apabila dapat diganti dengan Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Nilai ketuhanan yang esa ini penting bagi umat Islam, karena menegaskan bahwa Indonesia hanya menerima penganut kepercayaan yang monoteis.

Jika nilai ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dapat diganti dengan ‘Berkebudayaan’, maka pemaknaan sepihak itu akan menimbulkan riak, pergulatan, bahkan konflik yang tidak perlu lagi bagi umat Islam moderat dan juga konstelasi kebangsaan saat ini.

Pancasila sudah terbukti selama ini mampu menjaga bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan berat, baik dari dalam maupun luar.

Jangan sampai, segelintir musuh-musuh itu membuat ajang pemecah konflik dengan membuat nilai Pancasila menjadi tidak jelas arahnya.(Antara)