Jakarta, Aktual.com – Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam mengendus adanya dugaan tindakan pungutan liar (pungli) dalam kasus penyerobotan lahan perkebunan tebu yang dikelola PT Pabrik Gula (PG) Jatitujuh seluas 5.000 ha. Lahan itu kabarnya milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).

Akibat kejadian tersebut, berpotensi pada penurunan produksi gula nasional. Selain itu, sebagai BUMN, RNI juga sangat mungkin mengalami kerugian negara hingga Rp4,2 triliun dengan perhitungan luas lahan 4.200 ha.

“Ada informasi dan indikasi oknum-oknum tertentu yang meminta uang kepada masyarakat dan ada unsur penipuan,” ujar Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoeko di Indramayu, Jawa Barat, seperti dalam keterangan media yang diterima, Sabtu (24/11).

Indikasi pungli tersebut terlihat dari adanya warga yang diiming-imingi akan diberikan lahan di wilayah PG Jatitujuh oleh sejumlah oknum. Sebagai imbalannya, warga harus menyerahkan sejumlah uang ke oknum tersebut.

“Kalau sudah dimintai uang tanpa ada dasar hukumnya, itu namanya pungli. Bahkan ini bisa juga mengarah pada penipuan,” tandas Widi.

Untuk itu, saat ini pihaknya sedang melakukan penyelidikan guna menemukan pelaku pungli itu. Setelah nanti data dan faktanya terkump, maka akan segera dilakukan penindakan.

Kepala Sekretariat Satgas Saber Pungli, Mayjen TNI Rudianto menambahkan, pihaknya menyarankan agar dibentuk satgas atau Tim Kecil Terpadu yang terdiri dari TNI, Polri, Pemda, Wakil Masyarakat dan PT. RNI.

“Saya sarankan agar dibentuk satgas atau tim kecil terpadu untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Rudi. Tim ini nantinya akan mengawal pelaksanaan program dari RNI termasuk aplikasinya di masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.

Karena baginya, peran RNI sendiri masih sangat dibutuhkan oleh desa-desa penyangga. BUMN ini harus memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya untuk daerah. “Khususnya kepada masyarakat yang ada di desa penyangga di sekitar lokasi usaha RNI,” ucap Rudi.

Di tempat yang sama, Senior Executive Vice Presiden RNI, Rahmat Hidayat menjelaskan, srjak 3 tahun lalu produksi gula turun lebih dari 50% akibat adanya gangguan penjarahan di Jatitujuh di lahan yakni 5.000 ha milik RNI.

“Penjarahan di lahan tersebut adalah merupakan lahan negara karena yang paling berhak menuntut adalah Kementeri LHK dan sudah mendapat sertifikat HGU,” jelas dia.

Sejauh ini, kebutuhan gula nasional sebanyak 3,5 juta ton per tahun dengan pasokan 1,3 juta dari RNI, sedangkan sisanya harus diimpor. Kondisi ini menjadi persoalan ketahanan nasional.

Dengan adanya kasus ini, RNI mengalami kerugian hingga Rp 200 miliar.  Dengan rincian tebu yang dihasilkan di lahan PG Jatitijuh rata-rata mencapai 70 ton/ha. Jika dikalikan dengan luas lahan yang diserobot yakni sekitar 5.000 ha maka bahan baku yang hilang setidaknya sekitar 350 ribu ton.

“Kami berharap tim Satgas Saber Pungli bisa segera mengatasi masalah ini. Apalagi Desember nanti sudah mulai waktunya musim tanam tebu. Jika tak bisa menanam kami khawatir produksi gula bulan depan akan lebih menurun lagi,” kata Rahmat.

Terkait hal ini, Sekda Indramayu Ahmad Bachtiar mengatakan, ada dua kebijakan yang tak bisa ditawar yaitu kebijakan gula nasional yang tidak bisa dihambat dan kebijakan tentang hutan yang juga tak boleh dihambat. Dalam hal ini,  tugas dan fungsi Pemkab Indramayu mengamankan dua kebijakan nasional tersebut.

“Pemerintah Indramayu mendukung program pemerintah gula nasional dan hutan. Namun kesejahteraan masyarakat tetap yang menjadi perhatian utama,” kata Ahmad.

Perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gunarto Agung juga meminta masyarakat bersabar agar tak melakukan penyerobotan lahan.

“Kalau tetap melakukan penyerobotan atau penjarahan malah bisa kena pidana,” ingat dia.

Artikel ini ditulis oleh: