Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, menulis surat terbuka untuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan yang dinilai acap kali berada dalam kebijakan berseberangan dengan kepentingan umum.

Tidak hanya itu, bahkan Luhut juga sering melampaui tupoksinya dalam pemerintah. Namun yang disayangkan, sudalah dinilai selalu menggiring kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan pubik, ternyata Luhut melalaikan tugas pokoknya yang berada di bawah koordinasi Kementerian Kemaritiman.

Berikut surat terbuka Yusri Usman untuk Luhut Binsar Panjaitan yang diterima Aktual.com di Jakarta, Minggu (5/11):

“Salam hormat saya sampaikan kepada Bapak Luhut Binsar Panjaitan, bahwa menurut saya selama ini ternyata Bapak adalah Menteri Koordinator yang sangat superior dan sangat cepat merespon untuk menyelesaikan semua persolaan yang menjadi polemik diranah publik.

Contohnya seperti kasus reklamasi yang penuh kontroversial termasuk soal proses perizinannya dan potensi dampak ekologis yang akan terjadi, serta kasus ketua MUI KH Mahruf Amin sebagai saksi yang diperlakukan kurang wajar oleh pengacara Ahok dalam sidang penistaan agama di depan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat (1 Febuary 2017).

Kemudian soal kebutuhan PLN akan LNG untuk pembangkit listrik tenaga gas dan uap ( PLTG) skala kecil disekitar pulau pulau di Sumatera, dengan sangat tangkas Bapak menginisiasi kerjasama PLN dengan perusahaan Keppel Offshore dan Pavilion Gas Ltd Singapore yang terkesan mengenyampingkan peran Pertamina dan PGN yang telah ditugaskan oleh Pemerintah selama ini untuk menyediakan energi primer bagi kebutuhan masyarakat dan industri.

Akan tetapi banyak orang bertanya tanya juga ketika Bapak dengan terang benderang tampil bersàma James Riady ingin menyelesaikan kasus Meikarta yang diduga melakukan pelanggaran prosedur perizinan kawasan.

Pengembang dengan perkasa tetap jalan terus memasarkan produk property diatas izin yang belum ada dan hampir serupa dengan kasus pembangunan ruko ruko tanpa IMB diatas tanah reklamasi pulau pulau di teluk Jakarta yang PERDA zonasi belum ada.

Mungkin Meikarta baru dapat izin prinsip dan harus melakukan banyak hal lagi termasuk studi AMDAL untuk mendapat persetujuan oleh otoritas yang berwenang untuk dapat dikatakan sudah layak sebagai kawasan huni terpadu. Tapi lagi lagi dalam hal ini, bapak dengan tegas mengeluarkan pernyataan
‘semua hambatan mudah untuk segera diselesaikan dalam waktu yang singkat dan harus dilindungi pengusaha yang berani investasi puluhan triliun rupiah,’

Padahal banyak hal yang mungkin belum bisa diselesaikan oleh pengembangnya tetapi sudah menjual prospek hanya berdasarkan gambar disain ke publik untuk meraih modal kerja, bahkan dalam hal ini Bapak benar benar terkesan pasang badan melindungi kepentingan pengusaha daripada kepentingan publik disekitar kawasan tersebut.

Lalu yang lebih aneh dimata publik, bahwa bapak sempat membicarakan soal penutupan Alexis bersama wakil gubernur Sandiago Uno dan Harry Tanoe pemilik MNC group. Luaaaar biasa peduli Bapak tentang semua hal yang menjadi polemik diranah publik. Memang bisa jadi tak ada yang salah , hanya jadi tak elok dipandang publik terkait batasan wewenang yang merupakan tupoksi Menko Kemaritiman.

Tentu pertanyaan kritis publik muncul mengapa Bapak terkesan tidak peduli alias diam seribu bahasa terkait potensi kerugian yang telah dialami Pertamina sekitar Rp 19 triliun (unaudited) akibat penugasan oleh Pemerintah terkait BBM satu harga diseluruh tanah air dan akibat Pertamina tidak boleh menyesuaikan harga jual Solar bersubsidi tetap dan Premium Ron 88 penugasan? Padahal harga minyak dunia beberapa bulan ini meningkatkan sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur Utama Pertamina Elia Masa Manik dalam konfrensi pers pada hari kemis tanggal 2 November dihadapan semua wartawan media nasional.

Sangat tegas pesan yang disampaikan oleh Elia Masa Manik yang dirilis dibanyak media bahwa Pertamina tergerus terus keuntungannya karena penugasan Pemerintah dan Presiden Jokowi lah yang harus bertanggung jawab begitulan kesan yang ditangkap publik diseluruh tanah air , bahwa laba tergerus bukan karena ketidak efisienan proses bisnis di Pertamina.”

 

Laporan Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta