Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti memaksa agar pengelola dana investasi menyisihkan dananya 30 persen untuk menyerap Surat Berharga Negara (SBN) baik itu Surat Utang Negara (SUN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Menurut Ketua Umum AAJI, Hendrisman Rahim, pihaknya merasa keberatan untuk menyerap SBN hingga 30 persen di tahun ini.

Sebab, dana publik yang dikelolanya itu biasanya ditempatkan di instrumen investasi yang memiliki imbal hasil (yield) yang tinggi.

“Untuk SBN tahun kemarin saja kita belum sampai 20 persen, tapi dipaksa untuk bisa genjot 30 persen. Karena dana investasi ke yang lain juga meningkat. Jadi jika dipaksa untuk segera bisa penuhi 30 persen akan sulit,” keluh dia di Jakarta, Rabu (24/1).

Pihaknya sudah minta relaksasi ke OJK. Meksi pihaknya siap untuk memenugi kewajiban 30 persen itu, tapi jika di tahun ini pun masih akan kesulitan. Karena bagi mereka, perlu dikaji lagi filosofinya, kenapa harus melalui SBN? Karena untuk ikut membangun negeri ini, tak mesti lewat SBN.

“Makanya mohon dilihat lagi filosofinya. Karena pada intinya industri ini sudah support pembangunan Indonesia, tapi jangan hanya dilihat dari pembelian SBN saja,” pinta dia.

Sementara untuk investasi secara umum di tahun lalu diperkirakan mengalami pertumbuhan di atas kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (iHSG) yang mencapai 20 persen.

“Menurut pandangan kami, pertumbuhan (hasil investasi asuransi jiwa) di atas IHSG. Di atas 20 persen diperkirakan,” katanya.

Dia mengungkapkan, berdasarkan data terakhir yang dihimpun AAJI, total aset asuransi jiwa mencapai Rp496 triliun, sedangkan secara industri mencapai sebesar Rp1.200 triliun. “Dana ini yang bisa kami gunakan untuk investasi dan bisa untuk pembangunan infrastruktur,” ujar Hendrisman.

Lebih lanjut dia memperkirakan, pertumbuhan premi industri asuransi jiwa di 2017 akan mencapai 21 persen. “Kami yakin pertumbuhan industri asuransi jiwa di 2017 akan bertumbuh sekitar 10-30 persen,” ucap Hendrisman.

Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: