Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (1/11/2016). Agus diperiksa sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Keuangan terkait kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri tahun 2011-2012 untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com-Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo dicecar 18 pertanyaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Kata dia, pertanyaan paling mendasar ialah mengenai sistem keuangan negara.

Dijelaskan Agus, dalam Undang-Undang (UU) tentang Keuangan Negara dan UU tentang Perbendaharaan Negara, Kementerian atau Lembaga berstatus sebagai Pengguna Anggaran (PA).

“Jadi Kementerian atau Lembaga bertanggungjawab atas perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran serta pelaksanaan anggaran, termasuk bagaimana dilakukan lelang, pembuatan pengikatan, pengujian kemajuan proyek, sampai kepada pembayaran,” papar Agus, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/11).

Sedangkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertanggungjawab dalam pengajuan anggaran, hingga masuk kepada pengujian dan ketersediaan anggaran.

“Jadi saya ingin katakan di awal, kami menjelaskan mengenai sistem anggaran,” ucapnya.

Diakui Agus, Kemenkeu merupakan pihak yang menyetujui proses pengerjaan proyek e-KTP dilakukan dengan metode tahun jamak atau multiyears. Karena memang Kemenku yang memiliki kewenangan untuk memutuskan proyek e-KTP dikerjakan secara multiyears.

Namun tetap, PA dalam hal ini Kementerian atau Lembaga yang mengajukan ke Kemenkeu untuk mengerjakan proyek e-KTP dengan multiyears.

“Sesederhananya bahwa PA kalau dia menerima mata anggaran dan merasa mata anggaran ini tidak bisa selesai dalam waktu satu tahun dan proyeknya satu kesatuan yang tidak bisa dipecah-pecah, jadi dia mengajukan multiyears dan mengajukan ke Menkeu,” terangnya.

Ketika metode proyek e-KTP diajukan, giliran pihak Kemenkeu melakukan evaluasi yang didukung dengan pandangan Kementerian atau Lembaga yang memahami teknis proyek.

Proyek e-KTP ini digarap ketika Menkeu dijabat oleh Sri Mulyani dan Agus. Bedanya, saat Menkeu dijabat oleh Sri Mulyani proyek ini belum disetujui. Barulah saat Agus menjabat Menkeu proyek bernilai Rp5,8 triliun disepakati.

Dalam kesempatan kali ini, Agus juga menegaskan bahwa tidak ada penolakan dari Menkeu Sri Mulyani terhadap proyek e-KTP. Justru Agus-lah yang menolak proyek e-KTP.

Dipaparkan Gubernur BI ke-16, penolakan itu dilakukan lantaran pihak Kementerian Dalam Negeri meminta Kemenkeu untuk mengizinkan mereka menggarap proyek e-KTP dengan metode multiyears anggaran.

“Saya katakan di dalam file tidak ada penolakan dari Sri Mulyani. Pada 13 Desember 2010 (proyek e-KTP) ditolak oleh saya, karena yang diajukan bukan multiyears kontrak, tapi multiyears anggaran,” klaimnya.

Penolakan ini menurutnya merujuk pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Sistem Keuangan Negara, dimana anggaran tidak boleh multiyears. Kalaun boleh, harus ada persetujuan dari Menkeu.

Sekedar informasi, multiyears anggaran artinya Kemenkeu harus mencairkan anggaran sekaligus beberapa tahun untuk suatu proyek yang disetujui. Adapun multiyears kontrak, Kemenkeu ‎mencairkan angaran per tahunnya, meskipun proyek itu pengerjaannya dilakukan beberapa tahun.

*M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh: