Menteri ESDM, Sudirman Said mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2016). Raker tersebut membahas dua persoalan pokok utama, yakni ketenagalistrikan dan seleksi atau fit and proper test pimpinan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Hadir dalam rapat, Dirjen Migas IGN Wiratmaja Puja, Dirjen Minerba Bambang Gatot, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana, Dirjen Ketenagalistrikan Jarman, dan Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Someng.

Jakarta, Aktual.com — Menteri ESDM Sudirman Said diam seribu bahasa saat ditanya soal pemberian rekomendasi izin ekspor konsentrat, yang kembali diberikan ke PT Freeport Indonesia.

Hanya ucapan terimakasih yang terlontar dari mulut Sudirman saat ditanya pertimbangan apa yang dia jadikan rujukan untuk memberikan izin tersebut.

“Terimakasih ya, terimakasih,” ujar Sudirman di gedung KPK, Senin (15/2).

Sudirman hari ini memang menyambangi gedung KPK untuk membahas soal kajian pencegahan di sektor Mineral dan Batubara. Dari kajian itu lembaga antirasuah menemukan sekitar lebih dari 3.000 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah diterbitkan oleh pemerintah daerah, namun bermasalah.

“Kita monitoring, lebih dari 5000 izin usaha pertambangan yang pada waktu itu diidentifikasi, 3900 masih bermasalah,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat jumpa pers di gedung KPK.

Untuk rekomendasi izin tersebut diterbitkan oleh Sudirman pada 9 Februari 2016. Yang kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin ekspor oleh Kementerian Perdagangan pada 10 Februari 2016.

Dalam pemberian izin ekpor itu, Kementerian ESDM memberikan beberapa syarat yakni, uang jaminan pembangunan smelter senilai 530 juta Dollar AS serta pembebanan bea keluar sebesar 5 persen.

Kendati demikian, PT FI sendiri nyatanya tidak mau membayar uang jaminan. Mereka hanya bersedia memenuhi besaran bea keluar.

PT FI hingga saat ini masih melobi pihak Kementerian ESDM untuk mencabut syarat uang jaminan itu. Sudirman Said Cs pun mengisyaratkan akan menerima permintaan itu, dengan alasan tidak diatur dalam Kontrak Karya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu