Jakarta, Aktual.com – Terdakwa Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq merasa kecewa dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran baru dijerat dalam kasus pengadaan Al Qur’an. Padahal, kasus tersebut sudah ditangani KPK sejak 2011 silam.

Kader muda Partai Golkar ini pun melihat ada yang tak biasa dari KPK. Terlebih, saat ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan Al Qur’an, karir politiknya tengah menanjak.

“Kenapa baru sekarang? Saat saya sedang berjuang dan berkomitmen membantu negara lewat organisasi pemuda. Saat anak saya sudah lahir dan berusia dua tahun,” sesal dia saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/8).

Fahd mengaku pernah meminta KPK agar mempercepat penanganan kasusnya. Permintaan itu ia sampaikan saat tengah menjalani proses hukum kasus penyesuaian Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) di Aceh tahun anggaran 2011.

“Saya kan mumpung masih ditahan, mumpung kejadiannya di saat yang sama, tolong dijadikan satu,” ungkap Fahd.

Kata dia, kala itu KPK malah memberikan jaminan kalau Fahd tidak akan dijerat dalam kasus apapun. Karena itu, saat kasus pengadaan Al Qur’an awal kali ditangani KPK Fahd berjanji untuk membantu dan mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Namun, lagi-lagi, dia merasa diperlakukan tidak adil oleh KPK. Karena permintaan JC yang ia sampaikan ke penyidik KPK, Novel Baswedan, tidak disetujui.

“Saya tanyakan. Bang kapan saya dapat surat justice collaborator? Karena tidak bisa dapat remisi ini, kalau tidak dapat surat itu,” kata Fahd.

Dalam kasus pengadaan Al Qur’an, Fahd didakwa bersama eks anggota DPR, Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya. Mereka disebutkan menerima uang korupsi proyek Alquran dan pengadaan laboratorium komputer di Madrasah T.sanawiyah di Kementerian Agama periode 2011-2012. Fahd diduga menerima ‘fee’ Rp3,4 miliar.

 

Laporan Mochammad Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh: