“Akibatnya berapa pun kuota yang disediakan akan habis diambil oleh oknum masyarakat tersebut. Selain itu juga ditemukan adanya oknum petugas yang bermain dengan calo,” sambung Agung.

Agung menambahkan, aplikasi pesan online paspor sendiri telah diujicobakan di Kantor Imigrasi (Kanim) Jakarta Selatan sejak Mei 2017 lalu.

“Sejak itu, terdapat setengah juta lebih orang telah menggunakan aplikasi tersebut,” kata dia.

Atas hal tersebut, upaya yang dilakukan oleh Ditjen Imigrasi terkait meningkatnya permohonan dan animo masyarakat adalah dengan memberikan kemudahan dalam penggantian paspor, yaitu dengan menyederhanakan persyaratan menjadi cukup membawa e-KTP dan paspor lama saja.

Kemudian menambah tempat pelayanan, selain di 125 Kantor Imigrasi, pelayanan paspor juga diberikan di 10 Unit Layanan Paspor (ULP), 16 Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP), 3 Unit Kerja Keimigrasian (UKK) dan 2 Mall Pelayanan Publik (MPP).

Selanjutnya Ditjenim juga menambah kuota setiap Kanim agar dapat lebih banyak melayani masyarakat. Kemudian memberikan pelayanan Sabtu/Minggu sejak Desember 2017 hingga Januari 2018.

Terakhir pada tanggal 29 Desember, Dirjen Imigrasi memerintahkan kepada seluruh Kanim di Indonesia yang masih mengalami penumpukan pemohon paspor untuk menyelesaikannya dalam waktu dua minggu.

Sedangkan terkait dengan adanya gangguan terhadap sistem aplikasi antrian paspor, sejak tanggal 25 Desember 2017 Ditjen Imigrasi telah melakukan pengembangan dan penyempurnaan aplikasi. Sehingga pada Februari 2018 aplikasi dengan performa baru akan diimplementasikan setelah terlebih dahulu didaftarkan di google apps.

Adapun bagi oknum petugas imigrasi yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik telah dilakukan pemeriksaan, dan diambil tindakan sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku.

“Untuk memberikan kemudahan pemberian paspor Ditjenim telah bekerjasama dan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait termasuk Kantor Staf Presiden agar Pusat Data Keimigtasian dapat terintegrasi dengan data base Kartu Tanda Penduduk. Dengan adanya integrasi data base ini, maka masyarakat tidak akan direpotkan dengan persyaratan kependudukan lagi,” ucap Agung.

“Partisipasi masyarakat juga diperlukan dalam hal pengawasan kepada oknum petugas yang menyalahgunakan kewenangan. Selain itu masyarakat juga perlu mengubah perilakunya agar lebih mempersiapkan rencana perjalanannya dengan baik sehingga tidak mendadak,” tutupnya.

Laporan: Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby