Jakarta, Aktual.com – Enam nelayan asal pulau pari, kepulauan seribu, Jakarta ditangkap aparat kepolisian. Mereka dituduh melakukan pungutan liar (pungli) di kawasan wisata Pantai Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu (11/3) siang.

Salah seorang tokoh masyarakat Pulau Pari, Edi Mulyono, menyatakan tuduhan pungli yang dimaksud adalah retribusi yang diberlakukan untuk wisatawan yang ada di Pulau Pari.

Padahal retribusi yang disebut masyarakat Pulau Pari sebagai partisipasi wisatawan ini, merupakan hasil dari musyawarah yang dilakukan masyarakat sejak dibukanya destinasi wisata di pulau tersebut pada 2010 silam.

“Pemerintah tahu karena waktu awal kita membuka wisata di Pulau Pari itu ada Pak Lurah dan Pak Camat serta Pak Bupati,” beber Edi kepada Aktual, Sabtu (11/3) malam.

Partisipasi wisatawan ini sendiri bertarif Rp 5.000,- untuk setiap wisatawan yang datang dan Rp 3.500,- untuk pihak travel. Sebagai bukti telah ikut serta dalam partisipasi ini, para wisatawan di Pulau Pari nantinya akan diberikan tiket.

Hasil dari partisipasi ini, jelas Edi, selama ini telah menjadi sumber keuangan untuk merawat dan menjaga lingkungan serta ekosistem di kawasan Pulau Pari.

“Uang tiket itu nantinya untuk kebersihan, perawatan pantai perawan dan penanaman ekosistem laut di situ seperti mangrove. Nah sisanya untuk sosial seperti pembangunan masjid dan madrasah,” jelasnya.

Karenanya, ia pun menolak jika partisipasi ini disebut sebagai pungli karena pemerintah sendiri, setidaknya di tingkat kelurahan dan kecamatan, telah mengetahui partisipasi ini. Terlebih, hasil partisipasi ini digunakan untuk pemberdayaan ekonomi mandiri masyarakat.

“Tidak ada, dari dulu tidak pernah ada masalah bahkan Dinas Pariwisata pun kalau datang juga tidak pernah mempersalahkan ini karena ini riil milik masyarakat, karena ini ekonomi berbasis masyarakat demi meningkatkan taraf hidup masyarakat pulau Pari. Jujur saja, kita tidak dibantu sama sekali oleh pemerintah,” papar pria yang menjabat sebagai Ketua RT di lingkungan Pulau Pari.

Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby