Semarang, Aktual.com – Penghubung Komisi Yudisial Jawa Tengah mendorong gerakan masyarakat sipil (civil society) sebagai upaya pembenahan sistem peradilan bersih dan pemberantasan anti korupsi.

Kegiatan bertema ‘Pelatihan Jejaring Untuk Peradilan Bersih dan Anti Korupsi’ yang menggadeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digelar sejak tanggal 20-24 September 2016 di Hotel Fave Semarang.

Plt Koordinator Penghubung Komisi Yudisial Jateng, Fery Hernandes, dalam sambutannya mengatakan masyarakat bisa menjadi inisiasi gerakan baru mendorong peradilan bersih di Jateng. Pasalnya, mewujudkan peradilan bersih, dan menekan perbuatan korupsi tidak bisa berdiri sendiri oleh lembaga negara saja.

“Penguatan KPK dan KY tidak bisa berdiri sendiri, maka merasa penting ada dukungan terkait dari masyarakat sendiri,” kata dia, Selasa (20/9).

Menurut dia, masyarakat sipil menjadi bagian penting menjaga marwah lembaga-lembaga yang konsen terhadap pemberantasan korupsi. Dengan begitu, masyarakat sipil setelah mengikuti pelatihan seputar peradilan bersih dapat menggawangi di lingkungannya.

Diharapkan, komunitas yang kembali ke daerah dapat memberikan gerakan moral menyuarakan ke masyarakat setempat.

“Seperti MLM, mereka akan hadir di tengah-tengah masyarakat menjadi jejaring bersama yang memiliki hak dan kewajiban, turut serta mengawasi secara bersama. Konsepnya, Apakah akan menghidupkan Jemari lagi atau nama baru lagi,” terang dia.

Menanggapi itu, mantan pimpinan KPK Busro Muqodas melihat ada gerakan civil society yang distorsi dan disorientasi. Sehingga tidak lagi independen dari ideologi dalam pengawasan serta kontrol peradilan untuk mewujudkan negara yang bersih.

“Ada kekaburan antara ideologi dan konsolidasi, sehingga masyarakat sipil terjadi pengaburan dari gerakan yang dipilihnya,” beber dia.

Akhirnya, lanjut dia, negara sendiri yang mengalami kerugian. Sebab, negara seolah-olah memberikan fasilitas yang mengurangi independensi masyarakat sipil dengan berbagai macam pembungkaman.

Untuk memulai itu, kata dia, perlu dilakukan konsolidasi ke dalam. Selain itu, perlu didiskusikan terhadap semua elemen untuk menyamakan problem sebagai bagian terkecil. “Jika tidak tau problem, lalu bagaimana. Sasaranya kan kabur. Mau apa, la tidak tahu apa gerakannya,” pungkas dia.

 

*Muhammad Dasuki

Artikel ini ditulis oleh: