Jakarta, Aktual.com — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) berencana melakukan revisi UU No.4/2009 tentang Mineral dan batubara. Salah satu poin revisi yakni mengenai relaksasi ekspor mineral mentah kepada perusahaan pertambangan dengan alasan banyak perusahaan tambang yang mengeluh tidak dapat menyelesaikan pembangunan smelternya.

Rencana tersebut mengundang kritik dari berbagai pihak dan menganggap rencana relaksasi tersebut bertentangan dengan konstitusi dan UU Minerba saat ini.

Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha mengungkapkan, Apa yang dilakukan pemerintah saat ini termasuk memberikan izin ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia tidak sesuai dengan UU Nomor 4 tahun 2009.

“Apapun yang dilakukan oleh pemerintah saat ini ada unsur tidak sesuai dengan UU Minerba yang ada. Maka satu-satunya jalan adalah pemerintah karena satu dan lain hal melakukan pendekatan atau asumsi-asumsi atau ada dampak terhadap ekonomi,” kata Satya, ditulis Selasa (1/3).

Olehnya itu, tutur Satya, pemerintah mestinya melakukan pengajuan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) ke DPR. Agar keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM itu tidak melanggar UU.

“Itu bisa dilaksanakan lebih baik, dibandingkan dengan tidak memperbaiki legal sistemnya, ataupun kalau tidak diperbaiki menunggu revisi UU Minerba yang mungkin membutuhkan waktu lebih panjang,” paparnya.

Satya menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk memperhatikan hal ini. Mestinya presiden segera mengambil opsi itu.

“Soal perppu itu nantinya diterima atau ditolak oleh DPR itu kan proses politik ya. Tetapi harus disadari bahwa ini adalah mekanisme yang baik daripada dibiarkan sesuatu yang tidak sejalan dengan bunyi UU Minerba nomor 4 tahun 2009,” jelasnya.

Satya juga menegaskan, terkait dengan relaksasi ekspor mineral mentah sangat tidak sejalan dengan UU Minerba.

“UU Minerba tahun 2009 kan mengatakan bahwa, proses hilirisasi harus sudah dimulai 5 tahun pasca UU terbit, dimulai loh ya. Berarti smelternya sudah harus ada, pada akhir 2014. Berarti awal dari 2015, ini berarti sudah setahun lebih,” tandasnya.

Olehnya itu, lanjut Satya, pemerintah mestinya segera mengajukan Perppu ke DPR. Walaupun diketahui bahwasanya alasan dari pemerintah itu faktor ekonomi. Kalau tidak dilakukan relaksasi maka ada 60 persen pekerjaan di Freeport lay-off. Begitupun di industri yang lain.

“Makanya saya menyarankan perbaiki lah dulu legal standingnya disamping menunggu DPR menyelesaikan revisi UU Minerba. Kalau DPR lama kan pemerintah punya Perppu. Perppu bisa berlaku 3 bulan, 6 bulan, tergantung pengajuan pemerintah,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan