Koalisi Tolak Dana Aspirasi menggelar aksi unjuk rasa di depan pintu masuk Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6/2015). Mereka menolak usulan dana aspirasi kepada setiap anggota DPR sebesar Rp. 20 miliar karena dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan hingga potensi korupsi. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com — DPR diminta memperkuat fungsi pengawasan, khususnya dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional, dari pada mengusulkan peningkatan dana pembangunan daerah pemilihan atau dana aspirasi.

Pendapat tersebut disampaikan pengamat dari Indonesia Budget Center Roy Salam. Dia pun meminta pembahasan dana aspirasi di DPR ini dihentikan.

“Kami juga minta pada Presiden untuk tidak mengizinkan itu. Lebih baik DPR kembali saja pada fungsi pengawasan khususnya adalah dalam pembahasan RAPBN meskipun tidak berhak merevisi,” kata dia di Jakarta, Sabtu (20/6).

Menurut Roy, persoalan itu perlu dilihat secara komprehensif karena dampaknya akan secara luas, baik dampak tata kelola keuangan negara maupun potret dampak politik ke depan.

“Ini harus dilihat secara komprehensif agar persoalan anggaran yang selama ini dijadikan alasan karena belum menjawab pemasalahan masyarakat. Karena selama ini jika dilihat alokasi anggaran tidak seluruhnya mengakomodir musrembang, walaupun ada biasanya sebagian kecil,” ujarnya.

Kendati demikian, kata Roy, yang harus dilihat dan dimengerti, dana aspirasi itu hal yang baru, sehingga harus membuat lagi mekanisme baru dalam pengajuan hingga penggunaan dan pelaporannya.

Namun, katanya, hal itu berpotensi mengacaukan kewenangan dan juga menabrak undang-undang. “Yang saya pahami adalah dalam konstitusi kita sudah ada cabang kekuasaan. Nah kalau DPR ini diberikan kewenangan untuk membuat pagu anggaran dan membuat program, apa bedanya dengan pemerintah yang merupakan institusi eksekutif,” katanya.

Roy mengatakan dana aspirasi yang hendak diterima anggota DPR RI sebesar Rp20 miliar setiap tahun itu belum jelas, yakni mekanisme dan tata tertibnya sehingga rawan tumpang tindih dengan kebijakan eksekutif.

“Jika demikian maka akan ada pemborosan jika program yang akan dikerjakan sama antara legislatif dan eksekutif,” katanya.

Dia juga mengatakan dana aspirasi itu, menyebabkan ketimpangan pembangunan di seluruh Indonesia tidak akan ada perubahan karena ada asumsi dana Rp20 miliar itu dikelola oleh setiap anggota DPR.

“Bagaimana mau merata pembangunan jika satu anggota dewan diberi segitu nilainya, sedangkan perbandingannya sekarang biasanya dapil yang miskin tidak memiliki wakil yang banyak di DPR,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang
Editor: Wisnu