Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani saat pembukaan agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Foto: Oji/vel

Bali, Aktual.com – DPR RI, secara solid, mengambil sikap sekaligus aksi untuk mencegah terjadinya krisis air di dunia. Keputusan ini digaungkan agar seluruh negara yang hadir memiliki kesadaran yang sama bahwa isu air adalah ‘sleeping crisis’ yang harus ditangani dengan saling bergotong royong.

Sebab itu, langkah antisipatif dari berbagai multipihak termasuk parlemen dunia harus segera dilakukan. Penegasan ini disuarakan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dihadapan perwakilan parlemen dari 49 negara yang hadir saat pembukaan agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5).

Perlu diketahui, berdasarkan laporan UNICEF, separuh populasi dunia berpotensi hidup di daerah yang rawan kekurangan air pada tahun 2025. Satu dari empat anak di dunia berpotensi hidup dalam kondisi rawan air ekstrem pada tahun 2040. Tidak berhenti, FAO melaporkan bahwa sebanyak 2 miliar manusia akan mengalami kelangkaan air absolut yang sulit dipulihkan.

Di satu sisi, krisis air juga dinilai berpotensi memicu guncangan ekonomi, mengganggu stabilitas politik, konflik global. Dimana, deretan potensi ini membuat kelompok masyarakat yang paling rentan, wanita dan anak-anak akan paling terdampak mengalami kesengsaraan.

“Yang paling ekstrem, kelangkaan air telah menjadi ‘new normal’ di berbagai wilayah dunia. Saya khawatir akan semakin memperlebar ketimpangan, kemiskinan, dan memperburuk kondisi kesehatan. Ini jadi ancaman bagi generasi kita dan mendatang,” tegas Puan dalam agenda tersebut.

Ia menyayangkan sejumlah negara berlomba-lomba meningkatkan anggaran modernisasi anggaran persenjataan. Berdasarkan laporan yang diterima, anggaran militer pada tahun 2023 dinilai meningkat menjadi US$ 2,4 triliun. Sementara, studi terbaru Bank Dunia menyebutkan belanja sektor perairan adalah sebesar US$ 164 miliar.

Tercatat, komitmen pendanaan negara maju untuk mengatasi perubahan iklim di negara berkembang adalah sebesar US$ 100 miliar per tahun. Berarti, belanja global untuk sektor air senilai kurang dari 10% belanja militer.

Puan menegaskan diplomasi parlemen harus segera berperan aktif untuk menurunkan tensi tekanan geopolitik global sehingga setiap negara bisa lebih fokus memperkuat dukungan antarnegara demi menyelamatkan masyarakat dunia dari krisis air. Sebab itu, ia menekankan keterlibatan multipihak, termasuk parlemen, untuk secara aktif lewat fungsi yang melekat, melakukan langkah antisipasi yang nyata.

“Kita (sebagai parlemen) harus memperkuat komitmen politik Parlemen dan merumuskan aksi nyata untuk melindungi sumber daya air. Kita juga perlu menjadikan air sebagai sumber perdamaian dan kesejahteraan bersama. Kita harus memastikan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan air bagi semua,” terangnya.

Menutup pernyataan, usaha ini, tegasnya, diharapkan mampu mengakselerasi terciptanya poin ke-6 dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) oleh PBB berupa ‘Air Bersih dan Sanitasi Layak’. baik di tingkat lokal maupun pada tingkat internasional.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Sandi Setyawan