Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi I DPR, Elnino Husein Mohi menilai kunjungan kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Hainan, Tiongkok, tidaklah tepat di tengah konflik Natuna. Pasalnya, konflik yang bermula terhadap penangkapan kapal Nelayan asal Tiongkok di perairan Natuna tersebut, belum mampu diselesaikan. Padahal Indonesia sudah melayangkan nota keberatan terhadap Negeri Tirai Bambu itu.

Meski menurut ia, persoalan antara masuknya kapal Tiongkok ke perairan Indonesia dan berangkatnya JK ke Tiongkok adalah dua hal yang berbeda dan tidak ada kaitannya sama sekali.

Namun, Elnino mengaku jika dirinya berada dalam posisi wapres JK, maka ia akan menunda keberangkatan kunjungannya ke Tiongkok hingga kasus “tresspassing” itu selesai.

Sebab, kata dia, bagaimana pun juga bangsa Indonesia pasti tersinggung jika ada orang luar yang masuk ke halaman negara tanpa permisi.

“Ketika bangsa sedang tersinggung, tidak elok jika di saat yang sama malah datang ke Tiongkok dan mengundang investor mereka masuk ke sini,” ujar Elnino, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (25/03).

“Setelah rasa tersinggung bangsa ini mereda, barulah saya ke Tiongkok,” sambungnya.

Politisi Gerindra ini melanjutkan, kedatangannya ke Tiongkok pun seharusnya bukan untuk mengundang investor masuk ke Indonesia, namun untuk menyatakan dengan lugas kepada Tiongkok bahwa Indonesia menerapkan kedaulatan di segala bidang termasuk ekonomi sesuai dengan Nawa Cita.

“Itu suatu penegasan bahwa investasi luar negeri yang ada di Indonesia akan aman dan berkembang jika investasi itu mampu menciptakan kemandirian rakyat di Indonesia serta tidak menjadikan rakyat Indonesia hanya sekedar kacung,” tandas Elnino.

Untuk diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, KP Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal pelaku penangkapan ikan ilegal asal Tiongkok, KM Kway Fey 10078, di perairan Natuna, Sabtu 19 Maret 2016 lalu.

Proses penangkapan tersebut tidak berjalan mulus, karena sebuah Kapal Coast Guard Tiongkok secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078, Minggu 20 Maret 2016 dini hari ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan. Manuver berbahaya itu diduga untuk mempersulit KP Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078.

Artikel ini ditulis oleh: