Menteri ESDM Sudirman Said mengumumkan harga baru bahan bakar premium dan solar di Jakarta, Rabu (23/12). Pemerintah menurunkan harga bahan bakar jenis premium sebesar Rp 150 per liter, yaitu dari Rp 7.300 per liter menjadi Rp 7.150 per liter, sedangkan solar menjadi Rp 5.950 per liter berlaku mulai 5 Januari 2016. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Anggota komisi VII DPR RI Katherine A Oendoen, mempertanyakan rencana Menteri ESDM Sudirman Said mengeluarkan kebijakan pungutan dana ketahanan energi (DKE) dari tiap liter harga premium dan solar.

Menurutnya, tidak tepat jika proyeksi kebijakan yang dikeluarkan menteri ESDM Sudirman Said tersebut didasarkan pada UU nomor 30 tahun 2007.

“Itu tidak benar, karena UU justru mengamanatkan bahwa pengembangan energi baru dan terbarukan itu dibiayai dari kegiatan usaha di sektor hulu migas bukan BBM yang sebagian besar dari import. Pemungutan dana dari premium hasil pengurasan energi fosil mungkin bisa dilakukan. Akan tetapi, bukan untuk produk hasil BBM yang dikonsumsi masyarakat,” ujar Katherine di Jakarta, Selasa (29/12).

Politisi Partai Gerindra ini khawatir kebijakan tersebut dapat menjebak pemerintah pada praktek penjualan komoditas BBM secara janggal. Pasalnya, pembelian BBM oleh masyarakat telah secara otomatis berdasarkan komponen harga yang telah ditetapkan pemerintah sendiri.

“Mosok orang jualan sudah menetapkan harga jual resmi tapi masih ‘memalak’ per liter BBM yang dibeli atas nama Undang-undang. Jika pemerintah tetap ingin memberlakukan aturan baru yang inkonstitusional tersebut, terkesan menteri ESDM tidak paham dunia migas di Indonesia. Terbukti menafsirkan UU dengan salah kalau tidak mau dikatakan ‘memelintir’ Undang-undang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Katherine mengatakan rencana kebijakan tersebut dapat mendistorsi filosofi energi nasional.

Pungutan dana ketahanan energi hanya mungkin diterapkan oleh negara-negara importir migas. Sedangkan Indonesia tidak masuk dalam kategori sebagai negara berkebutuhan migas dengan sepenuhnya bergantung pada import.

“Kalau Indonesia tidak memiliki sumber daya migas, hal itu bisa dimaklumi dimana konsumen dapat diartikan membantu pengembangan energi baru dan terbarukan. Karena alasan semua energi fosil hasil import. Tapi itu filosofi energi negara importir yang tidak punya sumber daya energi. Filosofi energi Indonesia bukan seperti itu, di dalam konstitusi kita yaitu UUD 45 yang mengisyaratkan bahwa cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai negara,”

Dan kekayaan alam yang terkandung didalam perut bumi dikuasai negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia. Dari konstitusi ini tersirat bahwa pemerintah harus menguasai teknologi pengolahan sumber daya alam yang hasilnya untuk digunakan bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.

Kementerian ESDM disarankan fokus memperkuat kedaulatan energi nasional dengan menggali dan melibatkan rakyat. Terutama, para ahli di bidang terkait diproyeksian melakukan proses penjagaan ketahanan energi nasional yang berorientasi kedaulatan energi.

“Sehingga, Kementerian ESDM tetap on the right track sebagai pengemban amanat konstitusi terutama pasal 33 UUD 45,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: