Kisruh Proyek Kereta Api Cepat (Aktual/Ilst.Nlsn)
Kisruh Proyek Kereta Api Cepat (Aktual/Ilst.Nlsn)

Jakarta, Aktual.com — Presiden Jokowi telah meletakkan batu pertama (groundbreaking) rencana pembangunan Kereta Api Cepat (KAC) atau High Speed Railway (HSR) Jakarta-Bandung pada 21 Januari 2016 di Cikalokg Wetan, Bandung Barat. Setelah groundbreaking, ternyata kisruh rencana pembangunan tersebut bukannya mereda, tetapi semakin meningkat dan menuai banyak penolakan dan gugatan dari berbagai kalangan masyarakat.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengungkapkan, mega proyek KAC tersebut sangat menyakiti hati rakyat khususnya dari kawasan timur Indonesia. Pasalnya, janji Presiden Jokowi yang ingin membangun kawasan maritim kelautan sebagai salah satu perwujudan pemerataan pembangunan khususnya di timur Indonesia bertolak belakang dengan proyek pembangunan KAC Jakarta-Bandung.

“Sangat menyakiti hati rakyat, saya minta Presiden Jokowi untuk segera insyaf, untuk segera mengingat kembali kepada cita-cita dan janjinya dalam misi Nawacita yang membuat kita terpukau, dimana salah satunya katanya ingin melaksanakan pembangunan kelautan maritim,” beber Fahri saat menjadi Keynote Speech pada acara diskusi “Stop Rencana Pembangunan KA  Cepat Jakarta-Bandung” di Gedung Nusantara  DPR, Selasa (2/2).

Fachri mengungkapkan, proyek kereta cepat sangat bertentangan dan menjadi penyangkalan yang substantif dengan kesejahteraan rakyat.

Ia menyebut, berkaitan dengan proyek pembangunan KAC, ada beberapa perspektif yang bisa menjadi acuan untuk mengkritisi proyek tersebut, diantaranya dari perspektif konstitusional. Mega proyek KAC ini sangat bertentangan dengan UUD pasal 33, terutama berkaitan dengan BUMN. Pasal 33 sudah jelas menyatakan Bumi, Air dan Kekayaan alam di dalamnya, dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.

“Bahwa tugas utama BUMN itu adalah menyebarkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Kerja BUMN bukan berbisnis, bukan membangun proyek KAC dengan metode Bussiness to Bussiness. Ini yang mesti dipahami,” ungkap Fahri.

Fahri menegaskan, sangat ironis Menteri BUMN kita saat ini, karena mindsetnya hanya pada bagaimana melakukan Bussiness to Bussiness tanpa memperhitungkan aspek sosial dan dampak bagi rakyat.

“Ini yang salah dari menteri kita, cara berfikir salah hanya B to B. Mana bisa B to B membangun infrastrukur rakyat, kecuali ada kepentingan bisnis di dalamnya yang hanya menguntungkan segelintir orang dan kelompok. Ini bertentangan dengan pasal 33 konstitusi kita,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka