Gedung DPRD DKI Jakarta

Jakarta – Aktual.com – Beberapa fraksi di DPRD DKI Jakarta menolak gagasan mengenai gubernur dipilih secara langsung oleh presiden setelah Ibukota pindah ke IKN, Kalimantan Timur.

Ketua Fraksi NasDem di DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan tersebut. Pendapatnya adalah bahwa aturan tersebut mengambil hak rakyat untuk memilih langsung gubernur dan wakil gubernur melalui Pilkada.

“Kami tegas menolak karena ini merenggut hak rakyat untuk memilih pada Pilkada langsung Jakarta,” ujar Wibi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/12).

Wibi melanjutkan dengan menyatakan bahwa Pilkada adalah platform di mana masyarakat dapat menggunakan hak konstitusional mereka. Masyarakat akan mengevaluasi rekam jejak tokoh-tokoh tersebut dalam rangka memilih pemimpin untuk Jakarta di masa depan.

“Kami dari NasDem tentu akan memperjuangkan agar gubernur dan wakil gubernur DKI akan dipilih secara langsung melalui pilkada,” imbuhnya.

Berikutnya, Fraksi PKS juga menunjukkan penolakan yang tegas. Muhammad Taufik Zoelkifli (MTZ), Sekretaris I Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, menyatakan pandangannya bahwa kebijakan ini dianggap mirip dengan rezim Orde Baru.

“Kalau kembali ditunjuk oleh presiden ya kembali ke order baru dong ya dan juga kemudian ini kok cuma Jakarta doang yang lainnya gimana?” ucap MTZ.

“Jadi lucu nanti Jakarta walaupun bukan Ibu Kota lagi, tapi ternyata khusus Jakarta, gubernurnya ditunjuk presiden. Terlepas dari siapa lagi presiden nanti ya sesudah Pemilu 2024 ya,” imbuhnya.

Lebih jauh, MTZ menyampaikan harapannya agar RUU ini mengalami perubahan sebelum akhirnya diresmikan pada masa yang akan datang.

“Seharusnya teman-teman kita di DPR menolak lah atau mengubah itu kan ini masih rancangan. Mengembalikan ke fungsi yang semula,” imbuh MTZ.

Seiring dengan pandangan yang serupa dari pihak lain, Fraksi PDIP juga menolak dengan tegas. Gilbert Simanjuntak, anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, merasa kagum dengan timbulnya usulan tersebut.

“Semangat reformasi dan amandemen UUD yang ada semuanya menguatkan otonomi daerah. Salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik orde baru yang mengangkat kepala daerah sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan Presiden. Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo orba untuk sentralistik,” ujar Gilbert.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Yunita Wisikaningsih