Jakarta, Aktual.com – DPR RI siang ini mengagendakan sidang paripurna mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 dan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Fraksi PKS menilai, RUU Pengampunan Pajak bukan kebijakan yang baik dan tepat yang diambil pemerintah.

“Banyak studi telah menunjukkan bahwa kebijakan pengampunan pajak bukanlah kebijakan yang baik dan tepat. Kebijakan Pengampunan Pajak mencederai rasa keadilan bagi para pembayar pajak patuh,” terang anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, Selasa (28/6).

Disampaikan, RUU Pengampunan Pajak akan menciderai masyarakat yang selama ini patuh menjadi pembayar PPN dan PPh 21. Sebab dalam kenyataannya mereka yang tidak melaporkan triliunan hartanya justru diberi pengampunan.

Catatan kedua, F-PKS melihat potensi pendapatan yang hilang akibat pengampunan pajak sangat besar mencapai 30 persen dari penghasilan kena pajak, denda sebesar 48 persen dari pokok pajak terhutang, dan ancaman pidana bagi para pengemplang pajak.

Hal tersebut tidak sebanding dengan menggantikan potensi penerimaan pajak berdasarkan UU perpajakan yang berlaku saat ini, dengan uang tebusan pengampunan pajak yang hanya 1-6 persen.

Selanjutnya, tambah Eckty, dalam catatan F-PKS jarang negara berhasil dalam menerapkan kebijakan pengampunan pajak. Dari sekian banyak negara yang pernah melakukan pengampunan pajak, hanya 50 persen diantaranya diklaim berhasil.

Ia menyinggung bagaimana para ahli yang menilai soal klaim keberhasilan kebijakan pajak bersifat semu. Terlebih pemerintah tidak memperhitungkan besarnya biaya dari kebijakan Pengampunan Pajak. Kajian lembaga internasional soal pengampunan pajak juga menunjukkan keberhasilan pengampunan pajak merupakan anomali, sedangkan kegagalannya adalah sesuatu yang normal.

“Pengampunan pajak tidak mungkin berhasil tanpa perbaikan administrasi pajak, penguatan institusi pajak, serta penegakan hukum,” ucap Ecky.

Kebijakan yang diambil pemerintah sebenarnya adalah penguatan kapasitas institusi perpajakan yang didahului dengan perbaikan sistem perpajakan. Kemudian mengenai keterbukaan informasi melalui ‘Automatic Exchange of Information’ (AEoI) di tahun 2018, secara otomatis akan mampu merepatriasi dana Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

“Pemerintah tidak perlu terburu-buru menerapkan kebijakan pengampunan pajak,” pungkasnya.

 

Laporan: Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: