Syeikh Yusri Rushdi - Faedah Masuk Thoriqoh Tasawuf. (ilustrasi/aktual.com)
Syeikh Yusri Rushdi - Faedah Masuk Thoriqoh Tasawuf. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Syeikh Yusri Rushdi dalam khutbah di masjid Al Asyraf Cairo Mesir pada hari Rabu , 15 oktober 2014 mengatakan bahwa dalam mengikuti thoriqoh atau menganut suluk tasawuf bukan merupakan suatau kewajiban bagi seorang muslim. Karena menurutnya bahwa hukum bertasawuf hanya sebatas mustahab atau sunnah bukan wajib, jadi orang yang tidak berthoriqoh tidak akan berdosa. Akan tetapi barang siapa yang tidak bisa memelihara ajaran dan adab syariat islam dalam kehidupannya, maka ia berdosa.

Syeikh Yusri menambahkan bahwa setiap muslim dihatinya wajib menanamkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap kaum muslimin serta mengikis perasaan dendam, takabur dan iri dengki.

“Berusaha mencari rezeki yang halal, memikirkan kemajuan dan kemaslahatan bagi umat, hormat pada orang tua, dan selalu jujur dalam berucap . seorang muslim diwajibkan untuk melaksanakan ibadah fardlu dan melengkapinya dengan ibadah sunnah,” katanya.

Syeikh Yusri juga mengatakan bahwa setiap muslim juga harus dapat mengendalikan penglihatan dan pendengarannya dari hal-hal yang diharamkan.

“Dan apabila seorang muslim ingin mendapatkan wilayah (kedudukan khusus) disisi Allah sebagai kekasih Nya, maka dapat ia raih melalui jalan berthoriqoh, dan faktanya memang tidak setiap muslim berarti dia adalah wali Allah. Karena itu siapapun yang hendak menjadi kekasih (wali) Allah, maka ia harus menapaki alur jalan tasawuf dengan cara masuk thoriqoh, jika tidak maka ia hanya termasuk ahlul jaza, yaitu orang orang yang hanya akan mendapatkan ganjaran pahala atas amalan-amalan ibadahnya, dan tidak memiliki kedudukan khusus dihadapan Allah SWT,” paparnya.

Thoriqoh tasawuf memudahkanmu dalam perjalanan mengabdi kepada Allah , karena firman-Nya :

وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ﴿١٧

“Dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pembimbingpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya,”(QS:Al Kahfi/18 ayat 17)

Pada ayat tersebut sambuh Syeikh Yusri terkandung makna bahwa barangsiapa yang mendapat hidayah, maka ia akan mendapatkan seorang mursyid (penunjuk jalan) berdasarkan ayat diatas, mencari seorang mursyid yang dapat membimbingmu pada kebaikan, merupakan suatu keharusan agar dapat menempuh jalan yang lurus.

Syeikh Yusri menyatakan bahwa mursyid adalah orang yang berilmu dan menguasai metode suluk tasawuf serta memiliki sanad atau silsilah thoriqoh yang tidak terputus, dia harus memahami tentang bab keimanan/aqidah, hukum-hukum fiqh/syariah dan tentang akhlaq mulia/ihsan, serta mengamalkannya sehingga seorang murid thoriqoh bisa mendapatkan petunjuk dari ucapan maupun tingkah laku seorang mursyid, sebab bagaimana mungkin seorang mursyid dapat memberikan sesuatu yang hilang dari kepribadiannya.

Karena itu, pilihlah seorang mursyid yang lahiriahnya sesuai dengan tuntunan syariat dan jangan mengikuti seorang mursyid/syekh yang tidak melaksanakan kewajiban shalat dengan alasan sudah bebas dari taklif( kewajiban bersyariat). Dalam thoriqoh, seorang mursyid adalah sosok yang istiqomah dalamber ibadah kepada AllahSWT serta mencintai NabiSAW.

Apabila engkau mendapatkan seorang syeikh yang memenuhi kriteria tersebut, maka berungtunglah, dan jika tidak, maka perbanyaklah membaca shalawat atas Nabi SAW .

Nabi SAW melakukan baiat, sebagaimana dalam firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَن لَّا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢﴾

“Wahai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia (baiat), bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS:Al Mumtahanah/60 ayat 12)

Baiat sudah dilakukan Nabi SAW dari mulai baiat aqabah, baiat sughra, wustho hingga baiat kubro, bahkan dalam sebuah kisah diceritakan bahwa ada seorang sahabat yang berbait (berjanji) kepada Nabi SAW bahwa dirinya tidak akan marah, ada juga yang meminta baiat kepada Nabi dengan berkata aku berjanji akan menjadi seseorang yang tidak akan pernah meminta-minta apapun kepada orang lain.

Nabi SAW telah berulangkali melakukan baiat, karenanya hukum baiat termasuk sunnah Nabi SAW. baiat berarti mu’ahadah (ikatan janji) seseorang untuk selalu melakukan ketaatan kepada Allah SWT sekaligus sebagai penguat atas perjanjian terdahulu ( di alam ruh) dimana manusia pernah bersaksi dan berjanji dengan Allah SWT untuk menghambakan diri kepada-Nya. Dalam firman-Nya :

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (QS:Al A’raf/7 ayat 172).

Kesaksian ruhani manusia (di alam arwah) bahwa : “Betul ya Allah, Engkau lah Tuhanku”, merupakan ikrar mu’ahadah/ perjanjian yang pertama kali, lalu ketika seorang muslim berbaiat kepada seorang syeikh mursyid berarti ia melakukan tajdid atau pembaharuan atas perjanjian awal tersebut tadi , sebagaimana yang juga telah dilakukan oleh para sahabat Nabi SAW.

Mengapa berbaiat hukumnya sunnah, tidak wajib untuk kita?

Seandainya Nabi SAW masih hidup ditengah-tengah kita, maka setiap muslim wajib hukumnya untuk menghadap dan berbaiat kepada beliau SAW, bagi orang yang hidup pada zaman sekarang (bukan zaman Nabi SAW ) lantas menemukan seorang mursyid yang dianggap sebagai ulama pewaris Nabi SAW, maka berbaiat kepadanya hukumnya sunnah dan bagi seorang muslim yang tidak mendapatkan seosok mursyid/syeikh untuk berbaiat kepadanya, maka perbanyaklah bershalawat sebagai bentuk tajdid/memperbaharui perjanjian awal tersebut diatas.

Bagaimana hukum meninggalkan bacaan wirid thoriqoh bagi seseorang yang telah berbaiat kepada seorang syekh dan bergabung dengan thoriqoh tasawuf?

Apabila seorang muslim telah melakukan baiat thoriqoh kepada seorang syekh, berarti ia sudah bernadzar/berjanji bahwa dirinya akan selalu mengamalkan bacaan thoriqoh tersebut, sedangkan bagi setiap muslim, memenuhi nadzar hukumnya adalah wajib, sehingga jika ia telah berbaiat atas amalan thoriqoh dan meninggalkan bacaan wiridnya, maka ia berdosa karena telah mengingkari janji. Allah SWT berfirman :

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولا

“..dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya “ (QS:Al Isra/17 ayat 34)

Begitu pula sebaliknya, jika ia mengamalkan wiridnya sesudah berbaiat, maka ia akan mendapatkan tujuh puluh kali lipat ganjaran pahala, mengapa? karena bacaan-bacaan wirid thoriqoh yang sejatinya adalah amalan sunnah, baginya sudah menjadi amalan yang wajib (karena berbaiat), sedangkan ganjaran pahala untuk amalan yang wajib jelas lebih besar nilainya ketimbang ganjaran pahala dari amalan-amalan yang sunnah. Oleh sebab itu, apabila murid thoriqoh tidak sempat melakukan wirid di waktu-waktu yang telah ditentukan, hendaknya ia mengqhodlo/ membayar kewajiban wiridnya itu di lain waktu.(Deden Sajidin)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid