Aliansi Mahasiswa Ganas Indonesia mendukung penuh Mabes Polri dan KPK untuk mengusut secara terang benderang kasus Pelindo Gate dan menyeret semua pihak yang terlibat didalamnya dan membongkar konspirasi kartel pelabuhan Indonesia, yakni JK-Menteri BUMN Rini Soemarno, Kepala Bapenas Sofyan Djalil dan RJ Lino.

Jakarta, Aktual.com – Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, Faisal Basri, menegaskan bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno saat ini menjadi sumber permasalahan dari kekusutan perusahaan plat merah.

Menurut Dosen Ekonomi Universitas Indonesia itu, sosok Rini tidak memiliki kapasitas untuk duduk sebagai pemegang saham BUMN,

“Saya rasa sumber masalahnya di Rini Seomarno,” kata Faisal di Jakarta, Senin (6/2)

Lebih-lebih lanjutnya, lembaga DPR sejak lama telah mencekal dan merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk direshuffle. Pencekalan itu sebagai tuntutan pertanggungjawaban adanya korupsi di PT Pelindo II.

“DPR berkeinginan Menteri yang tidak boleh ke DPR. Apakah masih nggak jelas? Rakyat sudah nggak percaya sama dia (Rini). Pertanyaannya kenapa Rini nggak diganti aja ya? Yah tanya Presiden Jokowi-lah,” tukasnya.

Untuk diketahui, saat ini Menteri Rini sedang mendorong holding BUMN dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.

Sementara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD yang juga sebagai koordinator presidium majelis nasional KAHMI, telah mendorong agar KAHMI melakukan gugatan ke Mahkamah Agung.

Mahfud menilai, langkah Rini telah melanggar Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

“Dulu saya ditanya mengenai pembentukan holding, lalu saya bilang ‘silahkan saja bentuk payung hukumnya’ dan ternyata yang di terbitkan berupa PP, tentu tidak sebanding dengan undang-undang yang mengatur BUMN,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD di Hotel Js Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (6/2).

“Kalau ketentuan diatur dengan UU, ya harus dirubah oleh UU, tidak bisa dirubah oleh PP atau Perpres. Jadi hukum itu harus setara,” sambungnya.

(Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh: