Puluhan sopir taksi memarkir kendaraan mereka saat melakukan unjukrasa di kantor Dishubkominfo Provinsi NTB di Mataram, Rabu (23/3). Puluhan sopir taksi dari perwakilan sejumlah operator taksi diantaranya Rangga Taksi, Blue Bird, Lombok Expres dan Kotasi tersebut dalam orasinya menolak kehadiran operasional taksi Grab dan taksi Uber beroperasi di wilayah NTB. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/pd/16.

Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Republik Indonesia Farouk Muhammad menilai, konflik antara transportasi publik konvensional dengan berbasis aplikasi disebabkan karena lemahnya regulasi dan minimnya komunikasi antar pihak.

“Disadari selama ini bahwa regulasi yang mengatur transportasi berbasis aplikasi belum memadai dan sesuai, sehingga pengaturan atas praktek operasinya tidak dapat diawasi serta dikendalikan sepenuhnya. Untuk mengaturnya, perlu perubahan regulasi dan adaptasi sistem yang lebih baik, ” ujar Farouk di Jakarta, Sabtu (26/3).

Farouk yang juga Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ini menjelaskan, secara faktual UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum mengatur transportasi berbasis aplikasi. Kondisi tersebut pada akhirnya menghasilkan solusi yang pragmatis, karena setiap sektor menyelesaikan persoalan berdasarkan pijakan masing-masing.

“Penyelesaian persoalan kisruh transportasi ditanggapi dengan cara yang berbeda dari setiap pihak dan instansi, karena mereka memandang mekanisme serta regulasi yang tidak sama. Selain perlu duduk bersama untuk mengintensifkan komunikasi, perlu juga adanya inisiasi dalam sinkronisasi regulasi teknis.”

Senator asal NTB ini menambahkan, perkembangan yang cepat dalam dunia Information Communication and Technology mendorong perubahan pola serta prilaku transportasi publik saat ini yang cenderung lebih efisien.

Menurutnya, biaya dan tarif yang tinggi bisa dipangkas dengan meminimalisir rantai operasional, dengan adanya pengalihan pada informasi berbasia aplikasi. Pengguna saat ini, kata dia, tak memerlukan waktu dan biaya yang besar untuk menggunakan transportasi, karena pilihan yang tidak lagi terbatas.

“Sayangnya perubahan tersebut tidak diimbangi dengan adanya integrasi dan adaptasi cepat dari layanan transportasi publik yang saat ini ada, seperti taksi dan bus. Sesungguhnya jika dibangun komunikasi dan kesepahaman, akan memberikan manfaat yang besar kepada publik maupun pelaku jasa transportasi.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu