Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis melakukan aksi tolak Kebijakan Menkominfo tentang penurunan tarif interkoneksi dari Rp 285 ke Rp 204 di depan DPR, Jakarta, Selasa (30/8). Kebijakan tersebut sangat berpotensi menciptakan potensi kerugian negara (potential loss) signifikan yakni sekitar Rp 800 miliar. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara ngotot akan melakukan revisi PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53 tahun 2000 tentang Frekuensi dan Orbit Satelit.

Namun sayangnya, sikap pemerintah ini terkesan hanya menguntungkan perusahaan operator swasta dan malah merugikan BUMN telekomunikasi, PT Telkom (Persero) Tbk, atau dalam hal ini PT Telkomsel.

“Saya dapat bocoran suratnya, revisi kedua RPP ini hanya permintaan dari XL dan Indosat. Mestinya pemerintah melakukan publikasi dulu secara transparan, bahkan harus melibatkan teman-teman dari (Komisi I) DPR,” cetus Sekjen FITRA, Yenny Sucipto, di Jakarta, Rabu (5/10).

Tak hanya itu, menurut Yenny, wacana revisi kedua PP ini harus mempertimbangkan juga keberlangsungan usaha Telkom sebagai BUMN.

“Karena Telkom sebagai BUMN itu sebagai agen pembangan dan pilar ekonomi kerakyatan yang seharusnya diperhatikan dalam merumuskan RPP itu. Semangatnya, harus diarahkan untuk membangun kesejahteraan rakyat,” tandas dia.

Akan tetapi, kata dia, jika revisi kedua PP itu tetap dilaksanakan, akan semakin membebani posisii kinerja Telkom.

“Berdasarkan hitungan kami, justru yang diuntungkan adalah pihak corporate swasta. Tentu kami tidak ingin seperti itu,” jelas Yenny.

Dia merinci dampak langsung jika kebijakan ini ngotot dilaksanakan, maka yang sudah pasti sumbangan pajak atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ke kas negara sangat besar.

“Dampak langsung dari penurunan biaya interkoneksi berupa turunya pendapatan secara kumulatif secara lima tahun sebesar Rp6,7 triliun. Sedang potensi penurunan pendapatan negara dari penurunan pendapatan secara langsung sebesar Rp774 miliar,” tegas dia.

Di samping itu, penurunan itu mempengaruhi kinerja perusahaan Telkom, dampak secara tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya perang harga di sisi retail yang sebabkan penurunan ARPU dan market share.

Dia juga menambahkan, dalam tarif interkoneksi ini, Telkom membayar sesuai cost revovery-nya. Sedang operator lain diuntungkan sebesar Rp130, karena Telkom membayar lebih besar dari cost recovery-nya.

“Karena revisi PP pada akhirnya akan sangat terkait biaya interkoneksi. Bahkan pelanggan Telkom juga akan terkena dampaknya. Karena mereka harus membayar biaya komponen jaringan lebih mahal,” cetus dia.

Dia berharap, Rudiantara bisa sadar. Karena secara regulasi, aturan ini juga kalau jadi direvisi akan menabrak tiga UU, yaitu UU Telekomunikasi, UU BUMN, dan UU Keuangan Negara.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka