Jakarta, Aktual.co — Persoalan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) masih menjadi kontroversi. Ada pihak yang menyokong FCTC dan di pihak lain ada yang menolak. Sayangnya, di tengah kontroversi tersebut, kalangan kampus justru gagal menjembatani. Bukti itu tampak di acara diskusi panel “Jalan Menuju Aksesi FCTC” yang diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Sjarief Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (7/6) kemarin.  

Dalam diskusi tersebut, awalnya panitia mengundang sejumlah tokoh baik dari kalangan pemerintah seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), lembaga swadaya masyarakat (LSM) antitembakau, kalangan pengusaha yang diwakili oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) dan mahasiswa.  

Sedianya nama-nama pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan di Auditorium Harun Nasution itu adalah Hakim Sarimuda Pohan (Komisi Nasional Pengendalian Tembakau), Jalal (aktivis pengendalian tembakau), Mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, perwakilan Kemenperin, Sekretaris Jenderal Gappri dan perwakilan mahasiswa.

Namun, menjelang kegiatan berlangsung, komposisi pembicara berubah setelah Marty dan perwakilan Kemenperin tidak hadir. Namun, meski dua pembicara tidak hadir, panitia justru membatalkan Sekjen Gappri, Hasan Aoni Aziz US sebagai pembicara. Padahal, Hasan sudah datang ke tempat acara.

Hasan pun sempat kaget dan kecewa kepada panitia. Namun panitia kukuh membatalkan Hasan sebagai pembicara.

Saat dikonfirmasi terkait pembatalan tersebut, Iftina Amalia, penanggung jawab acara, membantah jika panitia tidak melakukan konfirmasi pembatalan tersebut.

“Tidak benar, semua sudah kita hubungi terkait pembatalan, termasuk Pak Hasan dari Gappri,” ujarnya.

Iftina mengaku tidak berani menyisipkan ke susunan acara meski Sekjen Gappri telah meluangkan waktunya untuk hadir di lokasi.

“Semuanya sudah fixed. Kami tidak berani mengubah susunan acara karena khawatir semuanya akan berantakan,” dalih Iftiana.

Hasan yang semula menolak dikonfirmasi, setelah didesak akhirnya mau buka suara. Menurutnya, pembatalan ini sepihak oleh panitia tanpa ada pemberitahuan yang jelas.

“Saya dihubungi Saudari Iftina atas nama Panitia. Ini komunikasi sms saya dengan dia ada semua,” ujar Hasan.

Sebagai bentuk kesiapan tampil di diskusi, Hasan pun telah  menyiapkan materi diskusi dan harus terbang dari Semarang. Hasan juga mengeluhkan soal ketidakjelasan lasan yang disampaikan panitia.

“Kata panitianya sih kalau saya (pihak industri) ikut bicara bisa membuyarkan konsentrasi dalam strategi dan pengetahuan mereka soal rokok dari sudut kesehatan. Saya tentu kecewa. Namun, dengan niat baik untuk tabayyun, mencari kejelasan informasi, saya pagi-pagi sudah datang ke UIN Ciputat. Dan, ternyata panitia menolak saya. Ya tidak apa-apa, saya jadi tahu alasan di balik itu. Mestinya dikabari sebelumnya,” ujarnya.

Bahkan, sambung Hasan, berdasarkan informasi dari salah satu peserta yang ikut di forum itu, salah satu pembicaranya menyatakan bahwa mengajak bicara industri sama dengan diskusi dengan burung beo. Menghadirkan mereka seperti menghadirkan bandar narkoba, karena rokok menurut si pembicara itu sama dengan narkoba.

“Waduh, ini penyesatan luar biasa terhadap mahasiswa. Saya prihatin terhadap kejernihan berpikir tokoh-tokoh anti tembakau yang kayaknya kehilangan akal yang sehat, sudah susah mencari kata yang lebih santun, logis dan benar,” ujar Hasan.

Hasan mempertanyakan sikap profesionalitas penyelenggara dan sponsornya. Pasalnya, kegiatan ini merupakan ajang forum ilmiah dan terbuka untuk umum. Seharusnya, untuk mendapatkan hasil diskusi yang obyektif, panitia mengundang semua pemangku kepentingan di industri tembakau.

“FCTC ini tidak hanya terkait soal kesehatan saja. Ini juga menyangkut aspek ekonomi, sosial dan budaya. Bahkan seharusnya, petani tembakau pun diundang. Semuanya tentu harus didengar pendapatnya agar hasil diskusi ini obyektif,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka