Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). PT Freeport Indonesia kini mendapat izin ekspor untuk Juli 2015 - Januari 2016 dengan kuota ekspor mencapai 775.000 ton konsentrat tembaga. Selain itu Freeport mendapat pengurangan bea keluar menjadi lima persen lantaran kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur, yang sudah mencapai 11 persen. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli optimis PT Freeport Indonesia (PTFI) akan mengikuti permintaan Pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk meningkatkan nilai royalti dari semula hanya sebesar 1% menjadi 6-7%.

Menurut Rizal, saat ini merupakan momentum tepat untuk Pemerintah meningkatkan keuntungan menjadi lebih menguntungkan dari PTFI. Pasalnya, perusahaan tambang asal AS itu tengah berada dalam posisi yang terdesak.

“Freeport saat ini sedang kepepet. Nilai valuasi sahamnya turun. Mereka juga habis merugi karena investasi USD15 miliar di Teluk Meksiko Dry Hole dan duit hilang begitu saja,” kata Rizal dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (13/10).

Dikatakannya, saat ini PTFI sedang dalam kodisi yang ‘kepepet’ dan andalan satu-satunya adalah Indonesia. Untuk itu, sebelum perpanjangan kontrak dilakukan, Rizal ingin adanya kesepakatan mengenai tiga poin. Ketiga poin tersebut adalah peningkatan royalti dari 1% menjadi 6-7%, mengolah limbah sesuai aturan, dan mempercepat proses divestasi saham.

“Dan seharusnya kita ada momentum untuk mengubah Sumber Daya Mineral yang tadinya menguntungkan menjadi lebih menguntungkan karena semua berkepentingan,” sebutnya.

Menurut Rizal, saat ini, aturan yang berlaku adalah perpanjangan kontrak dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) 77 Tahun 2014.

“Tetapi mereka tentu lobi dengan segala cara agar bisa dilakukan 10 tahun. Alasannya tipikal untuk investasi segala macam. Dalam praktiknya mereka ingin saham naik,” ujar dia.

Ia menjelaskan, di lantai bursa saham AS, perpanjangan kontrak di Indonesia menjadi sentimen pasar yang sangat berpengaruh. Untuk itu, PTFI tentu membutuhkan kepastian investasi di Indonesia.

“Maksud saya semakin mepet mereka semakin tinggi bargaining Pemerintah. Akan tetapi yang kami inginkan adalah bayar royalti 6 sampai 7 persen. Harus ada term yang berubah. Kalau awal orde baru itu mungkin. Saat itu yang terjadi mohon maaf pejabat nya disogok. Kami tidak ingin terulang lagi. Ini momentum untuk menulis kembali sejarah,” ungkap dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka