Jakarta, Aktual.com – Gerakan Ekstraparlementer, tak bisa dipisahkan dalam proses politik. Karena gerakan ini sejatianya merupakan tindakan politik yang dilakukan secara sistematis, dengan atau melalui cara-cara di luar proses politik formal misalnya parlemen atau legislatif.
Ekstraparlementer sering dilakukan dalam upaya mengkritisi kebijakan penguasa yang dinilai merugikan kepentingan publik, dan dalam Negara yang menganut sistem demokrasi, gerakan ekstraparlementer dilakukan dengan berbagai cara, seperti aksi massa (demonstrasi), pemogokan dan lainnya.
Gerakan ini sering dilakukan oleh mahasiswa yang sering kali menyebut dirinya sebagai ‘Agen Perubahan’ (Agent of Change), selain itu gerakan ini juga dilakukan oleh serikat pekerja atau ‘buruh’.
Gerakan Buruh atau dikenal dengan labourisme adalah istilah untuk organisasi kolektif kaum buruh yang berkembang mewakili dan mengkampanyekan kondisi dan perlakuan pekerjaan yang baik dari karyawan mereka, dan pemerintah mereka melalui implementasi hukum buruh dan pekerjaan dengan unit standar organisasinya adalah serikat dagang.
Di Indonesia gerakan buruh yang terorganisir dalam sebuah perkumpulan tidak dapat dipandang sebelah mata, khususnya oleh pemerintah. Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) per tahun 2014, tercatat ada 6 konfederasi, 100 federasi dan 6.808 serikat pekerja tingkat perusahaan di Indonesia dengan jumlah total 1.678.364 anggota serikat pekerja (SP).
Pembentukan serikat pekerja yang terus menjamur di Indonesia tidak terlepas dari adanya payung hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Akan tetapi, gerakan buruh di Indonesia tidak terlepas dari efek bola salju yang terjadi pertama kali dari aksi pemogokan yang dilakukan pekerja Amerika Serikat pada tahun 1806 oleh pekerja Cordwairners.
Isu yang membuat mudahnya para pekerja tersulut untuk melakukan aksi gerakan lebih pada perubahan nasib di tengah perkembangan kapitalisme industru di awal abad 19 yang menandakan perubahan drastis ekonomi-politik terutama di Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Soal pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik yang kemudian melahirkan perlawanan secara massif dari kalangan kelas pekerja.
Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari “United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America”.
Sejarah Gerakan Buruh di Indonesia
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang