Jakarta, Aktual.com — Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah diam-diam telah meninggalkan Bareskrim Polri, usai digarap penyidik dalam kasus dugaan korupsi pembayaran honor Tim Pembina Rumah Sakit Umum Daerah, M. Yunus, Bengkulu tahun 2011 senilai Rp 5,4 miliar.

Kuasa Hukum Junaidi, Muspani membenarkan kliennya sudah selesai diperiksa sekitar pukul 15.00 WIB. Anehnya, dimana kedatangan dan kepulangan Junaidi luput dari pantauan media yang menunggu di depan kantor Bareskrim sejak pagi hingga menjelang waktu buka puasa.

Menurut Muspani, kliennya diperiksa soal surat keputusan (SK) nomor Z.17 XXXVIII tahun 2011 tentang pembinaan manajemen RSU M Yunus yang diterbitkan Junaidi.

“Jadi Pak Gubernur perlu menjelaskan soal bagaimana SK itu terbit. SK itu terbit karena kebutuhan SKPD/rumah sakit. Diajukan ke Pemda Provinsi, melalui Biro Hukum,” ujar Muspani saat dikonfirmasi, Rabu (8/7).

Dia mengklaim bahwa penerbitan SK itu sudah sesuai dengan prosedur. Bahkan, dirinya membantah SK itu bertentangan dengan Permendagri nomor 61 tahun 2007 tentang Dewan Pengawas.

Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina. Selain itu, Musfani menyebut, SK itu merupakan turunan dari Permendagri nomor 61.

“Jadi Tim Pembina Rumah Sakit M Yunus dibentuk karena sistem BLUD, karena untuk mengawasi rumah sakit,” terang Muapani.

“Nah sekarang, dalam persidangan lalu di Bengkulu dianggap bertentangan dengan Permendagri, padahal justru SK ini dibuat menindaklanjuti keputusan Mendagri nomor 61. Ini adalah payung hukum bagi RSMY dalam menjalankan BLUD,” sambungnya.

Muspani memandang, hal ini diklaimnya hanya sebatas persoalan administrasi. Menurutnya, apabila semua SK dipidana, maka bisa hancur negeri ini. “Kalau begitu, kapolri bisa dipidanakan juga selaku pembuat keputusan,” katanya.

Sebab itu, Muspani menambahkan, pihaknya memberi masukan kepada Bareskrim untuk mengacu pada Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Disitu dibuat dengan mekanisme, kalau SK itu melanggar kewenangan seperti yang dituduhkan, seperti apa penyelesaiannya. Jadi sebelum masuk pidana selesaikan dulu administratifnya. Bukan pidananya dulu. Kasian pejabat publik yang membuat keputusan kalau begini,” demikian Muspani.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby