Jakarta, Aktual.com — Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) yang baru diajukan pemerintah bisa memberikan kepastian terhadap prospek ketahanan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

“Kami harapkan pembahasannya (dengan DPR) cepat selesai, karena kalau sudah menjadi undang-undang itu akan jelas, karena menimbulkan kepastian,” ujar Agus saat ditemui seusai bertemu pimpinan DPR RI di Jakarta, Rabu (26/8) malam.

Agus menambahkan RUU tersebut sangat penting karena bisa menjadi protokol terhadap guncangan ekonomi yang melanda Indonesia, dan memberikan kepercayaan kepada investor atas daya tahan ekonomi nasional.

“Kami ingin menyampaikan kalau JPSK ada, itu betul-betul bisa menjadi jaring pengaman sistem keuangan dan membuat orang lebih percaya lagi dengan ekonomi Indonesia,” katanya.

Pemerintah secara resmi telah mengajukan RUU JPSK yang terdiri dari 12 bab dan 51 pasal untuk dibahas dengan Komisi XI DPR RI. Pembahasan RUU yang di antaranya berisi penanganan krisis pada sektor perbankan ini diharapkan selesai pada Oktober 2015.

Beberapa hal baru yang diajukan dibandingkan draf RUU JPSK lama antara lain dihilangkannya pasal imunitas, penentuan bank berdampak sistemik dalam kondisi normal dan upaya minimal penggunaan dana publik dalam penyelamatan bank.

Sementara, terkait kondisi perekonomian saat ini, Agus memastikan situasinya masih terkendali dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena fundamental ekonomi masih terjaga dan kinerja sektor perbankan relatif baik.

“Kita jauh dari kondisi buruk (1998), dulu dari Rp2.000 ke Rp14.000 dalam waktu dekat. Kalau sekarang dari Rp12.000 ke Rp14.000 dengan waktu yang lama. Perbankan juga masih bagus, permodalan masih 20 persen, NPL 1,4 persen, pertumbuhan kredit 10 persen, dan LDR cuma 88 persen,” ujarnya.

Agus menambahkan saat ini peran koordinasi antarinstitusi dan otoritas terkait juga terus dilakukan dalam menyikapi perkembangan ekonomi global beberapa minggu terakhir, sehingga belum diperlukan tindakan khusus untuk membentuk tim.

“Kami setiap hari rapat dengan baik. Di awal bulan, kami rapat ‘roundtable policy’ dengan pemerintah, kemudian setelah ‘reshuffle’ rapat dengan Kementerian Keuangan, OJK, dan LPS. Sekarang rapat dengan ketua DPR, jadi tidak perlu membuat tim karena mekanismenya sudah berjalan,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh: